BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia
memiliki sumberdaya perikanan yang amat kaya dan potensial, baik diwilayah
perairan tawar (darat), pantai maupun perairan laut. Potensi sumber daya perikanan meliputi keanekaragaman
jenis ikan dan lahan perikanan.
Di Indonesia terdapat dua jenis ikan nila yang sudah dibudidayakan oleh para petani ikan di berbagai daerah yaitu ikan nila biasa (Oreochromis sp) dan nila merah (Oreochromis niloticus) . Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) pertama ditemukan di perairan Afrika dan Palestina. Di Benua Amerika banyak ditemukan di daerah Amerika Tengah dan Selatan, sedangkan di Asia berkembang pesat di India Selatan dan Srilanka, tapi sekarang telah menyebar hampir di seluruh dunia. Ikan Nila merah (Oreochromis niloticus) juga dikenal dengan nama Ikan Nirah.
Di Indonesia terdapat dua jenis ikan nila yang sudah dibudidayakan oleh para petani ikan di berbagai daerah yaitu ikan nila biasa (Oreochromis sp) dan nila merah (Oreochromis niloticus) . Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) pertama ditemukan di perairan Afrika dan Palestina. Di Benua Amerika banyak ditemukan di daerah Amerika Tengah dan Selatan, sedangkan di Asia berkembang pesat di India Selatan dan Srilanka, tapi sekarang telah menyebar hampir di seluruh dunia. Ikan Nila merah (Oreochromis niloticus) juga dikenal dengan nama Ikan Nirah.
Ikan ini pertama kali
didatangkan ke Indonesia pada awal tahun 1981 oleh BPPAT (Balai Penelitian
Perikanan Air Tawar). Perkembangan dan
penyebaran ikan nila merah (Oreochromis
niloticus) yang amat pesat disebabkan oleh beberapa faktor yang bersifat
yang menguntungkan yaitu dengan sifat pertumbuhan relatif cepat, toleransi
terhadap lingkungan perairan cukup tinggi, dapat hidup diperairan tawar, payau
ataupun perairan laut. Ukuran badan
ikan nila merah relatif besar, dagingnya berwarna putih, rasanya enak, dan
tidak berduri. Ikan ini juga mudah
dikembangbiakkan dan daya kelangsungan hidupnya tinggi dan rakus terhadap
makanan sisa atau (limbah) pemeliharaannya mudah (Rukmana, 1997).
Kebutuhan benih seiring
dengan kebutuhan Ikan Nila Merah (Oreochromis
niloticus) konsumsi, semakin besar kebutuhan konsumsi maka kebutuhan akan
bibit nila semakin meningkat dengan demikian peluang usaha terbuka dalam hal
pembibitan juga relatif rmudah, karena Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) dapat berkembang secara alami dengan sangat
mudah. Hal yang di perlukan adalah lahan
yang cukup luas. Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) akan berkembang
dengan sangat cepat pada areal sawah yang dangkal dan cukup luas dengan suhu
air yang hangat. Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) memiliki
kemampuan menyesuaikan diri yang baik dengan lingkungan sekitarnya, Sehingga
Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus)
biasa dipelihara didataran rendah yang berair payau maupun dataran yang tinggi
dengan suhu yang rendah. Ikan Nila Merah
(Oreochromis niloticus) mampu hidup
pada suhu 14-38 0C dan dengan suhu terbaik adalah 25-300C. Meski Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) biasa hidup pada kadar garam sampai 35%
namun sudah tidak tumbuh dengan baik (Anonim, 2009).
Selain itu, Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) hanya bisa dipijahkan
dalam media berair tawar. Namun begitu,
jika hendak memelihara Ikan Nila Merah (Oreochromis
niloticus) ini dalam tambak yang berair payau. Peternak dapat melakukannya dengan cara
melakukan benih yang berasal dari air tawar.
Benih yang akan ditebar harus sudah mempunyai bobot tubuh sebesar 20-30
gram per ekor dengan lingkungan tambak yang lainnya mempunyai kadar garam
terlarut dalam air (salinitas) sebesar 20-29 ppt selama kurang lebih 3 minggu
lamanya. Presentase penambahan kadar
garam terlarut dalam air juga harus memperhatikan tingkat kesehatan ikan. Pada akhirnya, jika nila kadar garam terlarut
dalam air sudah sesuai dengan syarat hidup Ikan Nila Merah, maka proses
pengadaptasian dapat di hentikan (Anonim, 2009).
1.2. Tujuan
Tujuan dari praktek kerja lapang di
Instalasi Tambak Percobaan Maranak Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya
Air Payau Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan adalah untuk mengetahui teknik
pembesaran Ikan Nila Merah (Oreochromis
niloticus) di tambak.
1.3. Manfaat
Manfaat dari praktek kerja lapang di
Instalasi Tambak Percobaan Maranak Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya
Air Payau Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan adalah untuk menambah pengetahuan
dan melatih keterampilan kerja dilapangan serta dapat membandingkan antara
pernyataan teori dengan kenyataan dilapangan, sehingga dapat direalisasikan
dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
METODOLOGI PRAKTEK KERJA LAPANG
2.1. Waktu dan Tempat
Pelaksanaan praktek kerja lapang dimulai
tanggal 01 Maret 2012 sampai 27 April 2012 dan bertempat di Instalasi Tambak
Percobaan Maranak Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau
Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
2.2.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktek Kerja Lapang di Instalasi
Tambak Percobaan Maranak Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau
Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Alat Yang Digunakan Pada Praktek
Kerja Lapang
NO
|
ALAT
|
KEGUNAAN
|
1
|
Timbangan elektrik
|
sebagai penimbang berat
|
2
|
Refraktometer
|
sebagai alat untuk mengukur salinitas
|
3
|
Gelas ukur 10 ml
|
sebagai alat untuk mengukur volume pH air
|
4
|
Gelas ukur 25 ml
|
sebagai alat untuk mengukur volume sample air
|
5
|
Bufer
|
sebaga alat untuk menentukan volume titran
alkalinitas
|
6
|
Gelas Erlenmeyer
|
sebagai wadah untuk sample air
|
7
|
Pipet tetes
|
sebagai alat untuk meneteskan larutan
|
8
|
Fibrosa
|
sebagai alat untuk wadah air tawar dan sterilisasi alat
|
9
|
DO meter
|
Sebagai alat pengukur oksigen terlarut dan suhu
|
10
|
Ember
|
Sebagai alat tambahan Penyimpan ampas tahu
|
11
|
Bak fiber
|
Sebagai wadah penyimpan ampas tahu
|
12
|
Jaring
|
Sebagai alat tangkap untuk sampling ikan
|
13
|
Botol sampel
|
Sebagai alat penyimpan sampel air
|
14
|
Saringan plankton
|
Sebagai Penyaring sampel plankton
|
10
|
Gelas piala
|
sebagai alat untuk wadah larutan H2SO4
|
Tabel 2. Bahan Yang Digunakan Pada Praktek
Kerja Lapang
NO
|
BAHAN
|
KEGUNAAN
|
1
|
Ikan Nila Merah (Oreochromis
niloticus)
|
sebagai komoditas budidaya
|
2
|
Pelet / pakan komersial
|
sebagai pakan utama
|
3
|
Ragi
dan molase
|
sebagai bahan tambahan fermentasi
|
4
|
Ampas tahu
|
sebagai pakan tambahan
|
5
|
Pupuk urea dan TSP
|
Sebagai penambah unsure hara tambak
|
6
|
Saponin
|
Sebagai pemberantasan hama
|
5
|
Larutan pp indikator
|
sebagai larutan untuk menentukan asam dan basa
|
7
|
MR dan BCG
|
sebagai larutan untuk menentukan asam dan basa
|
8
|
PH solution
|
sebagai larutan untuk menentukan pH
|
9
|
Tissu
|
sebagai pembersih dan pengering
|
10
|
Kertas pH
|
Pengukur pH
|
11
|
Air tawar
|
sebagai penetral
|
2.3.
Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan
data selama kegiatan praktek kerja lapang di Instalasi Tambak Percobaan Maranak
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Kabupaten Maros, Sulawesi
Selatan adalah sebagai berikut :
2.3.1. Metode Observasi
Metode observasi adalah metode yang dilakukan
oleh Praktikan (Mahasiswa) untuk melihat secara langsung terkait dengan keadaan
umum lokasi Balai dan kegiatan budidaya yang sementara berlangsung.
2.3.2.
Metode Wawancara
Metode wawancara adalah metode yang dilakukan oleh Praktikan (Mahasiswa)
dengan menanyakan secara langsung kepada Pembimbing lapangan, Peneliti,
Teknisi, Analis dan Penggarap terkait dengan kegiatan budidaya yang dilakukan.
2.3.3.
Metode Partisipasi Aktif
Metode partisipasi aktif adalah metode yang
dilakukan oleh Praktikan (Mahasiswa) dengan melakukan kegiatan secara langsung
dilapangan bersama dengan Pembimbing lapangan, Teknisi, dan Penggarap dilokasi
budidaya.
2.3.4.
Metode Kepustakaan
Metode kepustakaan adalah metode yang dilakukan oleh Praktikan
(Mahasiswa) yang mana berbagai sumber informasi atau referensi yang diperoleh
dari buku-buku pustaka dan juga dari situs internet.
BAB III
KEADAAN UMUM LOKASI
3.1. Sejarah Singkat Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP)
Balai penelitian dan pengembangan budidaya air payau (BPPBAP) didirikan
dengan maksud mendapaatkan teknologi yang diperlukan dalam meningkatkan
produktivitas pesisir terutama komoditas yang memiliki nilai ekologis dan
ekonomis yang tinggi, mengingat Indonesia adalah negara kepulauan di wilayah
tropis yang memiliki daerah pesisir yang luas dan berpotensi dalam pengembangan
usaha perikanan.
BPPBAP yang berlokasi di kabupaten Maros (±30
km dari arah utara kota Makassar,
Sulawesi Selatan) yang telah beberapa kali berganti nama, yaitu:
1. Pada tahun 1969, berdasarkan SK MENTERI No.
536/kpts/um/12/1969 diberi nama Tjabang Penelitian Perikanan Darat di Makassar.
2. Pada tahun 1980, berdasarkan SK MENTERI
No.536/kpts/um/12/1980 diberi nama Sub Balai Penelitian Perikanan Darat di
Bogor.
3. Pada tahun 1984 menjadi Balai Penelitian Budidaya
Pantai (BALITDITA) dengan 3 sub Balai meliputi Gondol; Bojanegara;
Tanjungpinang.
4. Pada tahun
1990 berubah lagi menjadi Balai Penelititan Perikanan Budidaya Pantai
(BALITKANDITA) dengan 3 sub Balai Gondol; Bojanegara; Tanjungpinang.
5. Pada tahun 1995 Balai Penelitian Perikanan Pantai
(BALITKANTA) juga dengan 3 sub yaitu:
-
Sub BALITKANTA Gondol (Loka Penelitian Perikanan Budidaya Laut),
-
Sub BALITKANTA Bojanegara BPTP Kayu Ambon Lembang, dan
-
Sub BALITKANTA Tanjungpinang BPTP Padangmarpoyan Pekanbaru.
6. Selanjutnya
dari tahun 2002 sampai tahun 2011 menjadi Balai Riset Perikanan Budidaya Air
Payau (BRPBAP).
7. Sekarang
BRPBAP berubah menjadi BPPBAP sejak bulan Nopember 2011 sampai saat ini.
Gambar 1. Kantor lnstalasi Tambak Percobaan Maranak
3.2. Letak Geografis
Balai penelitian dan pengembangan budidaya
air payau bertempat di jln.makmur Dg.sitakka Kelurahan Boribellaya Kecamatan
Turikale Kabupaten Maros dan terletak pada 119035’21’BT
dan 05006’ 15’
3.3. Keadaan
Sumber Daya
Sumber daya yang terlibat
dalam balai penelitian dan pengembangan budidaya air payau secara total
berjumlah 138 berstatus sebagai pegai negeri sipil (PNS), dan adapun
pengelompokkan dari sumber daya manusia yang ada di Balitbang BAP antara lain :
a. 63 orang bertugas sebagai peneliti
b. 2 orang sebagai pustakawan
c. 36 sebagai teknisi litkayasa
d. 37 sebagai tenaga penunjang (administrasi)
3.4. Keadaan Sarana dan Prasarana
Sarana dan Prasarana terdiri dari beberapa
laboratorium antara lain :
a. Laboratorium Tanah
Laboratorium ini merupakan laboratorium yang yang
dapat menganalisis peubah-peubah kwalitas tanah dan sedimen,dinama contoh atau
sampel yang di ambil dilapanagan dapat dianalisis untik mendapat data-data yang
diperlukan untuk mengetahui kwalitas tanah dan sedimen untuk budidaya dan
sumber daya perikanan pesisir.
b . Laboratorium Biologi
Labolatorium ini dagunakan untuk menganalisa yang
berhubungan dengan Biologi seperti plankton dan makro/mikro bentos.
c. Laboratorium Nutrisi
Labolatorium ini berfungsi sebagai tempat
menganalisa kadar abu, kadar air, protein, lemak, dan serat kasar dari suatu
bahan yang akan digunakan seperti dalm pembuatan pakan dan menentukan formulasi
pakan.
d. Laboratoriun Bioteknologi
Labolatorium ini merupakan yang menganalisis
hal-hal yang berhubungan dengan
bioteknologi.
e. Labolatorium Patologi
Labolatorium ini berfungsi untuk menganalisa atau
mengindentifikasi yang berhungan dengan penyakit ikan yang dibudidayakan.
f.
Laboratorium Kualitas Air
Labolatorium ini berfungsi untuk menganalisa
kwalitas air seperti kandungan amoniak,nitrat,nitrit,pH,sanilitas
dan lain-lain yang berhubungandengan kualitas air.
g. Labolatorium Pemetaan
Labolatorium ini berfungsi untuk menentukan potensi
lahan, menetukan luas tambak yang di sesuaikan dengan lahan, serta daya dukung
lahan yang digunakan untuk budidaya.
3.5. Sarana dan Prasarana Pendukung Lainnya:
1. Perpustakaan
2. Aula dan ruang rapat
3. Bengkel
4. Garasi
5. Musholah
6. Rumah dinas
7. Mess
8. Kantin
3.6. Organisme
Yang Dibudidayakan:
a. Udang Windu
(Penaeus monodon)
b. Udang Vanamei
(Penaeus vannamei)
c. Rumput
Laut (Kappaphycus alvarezii)
d. Rumput Laut
( Gracillaria sp)
e. Ikan Nila (Penaeus
monodon)
f. Ikan
Bandeng (Chanos-chanos)
g. Kepiting Bakau (Scylla serrata)
3.7. Bahan – Bahan Yang Diolah Untuk Pembuatan Pakan
Antara Lain :
a. Bungkil Kopra
b. Dedak
c. Ikan rucah
d. Udang rebon
e. Tepung tapioka
f. Jerami
g. Kekerangan
h. Ampas tahu
3.8. Struktur
Organisasi BPPBAP
Gambar
2. Struktur Organisasi Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Air Payau Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Teknik pembesaran Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) di Instalasi
Tambak Percobaan Marana Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau
Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan ada beberapa tahapan yang harus diperhatikan
diantaranya sebagai berikut:
4.1. Persiapan Tambak Pembesaran
Ada
beberapa hal yang harus dilakukan dalam persiapan tambak pembesaran Ikan Nila
Merah (Oreochromis niloticus) diantaranya
sebagai berikut:
4.1.1. Perbaikan Pematang
Sebelum ikan ditebar ke tambak pembesaran,
pertama-tama hal yang dilakukan adalah memperbaiki pematang yang rusak yang di
akibatkan oleh hama
perusak seperti kepiting dan belut yang membuat lubang pada bagian pematang
sehingga air dengan mudah dapat masuk ke dalam tambak dan membawa banyak kotoran
dari luar tambak tersebut, mengakibatkan kualitas air menjadi tidak
stabil. Selain itu juga, dengan adanya
lubang pada pematang dapat menyebabkan masuknya hama
kompetitor maupun predator yang dapat merugikan ikan yang di budidayakan, untuk
mengatasi hal tersebut sehingga dilakukan pengangkatan lumpur dari tambak dan ditempelkan ke pematang
yang terdapat lubang agar hama
tersebut tidak dapat masuk.
Gambar 3. Perbaikan
Pematang
Perbaikan pematang dilakukan jika
pematang mengalami kebocoran. Pematang
dalam tambak budidaya ikan biasanya ada yang menggunakan semen dan tambak
tanah. Tambak semen atau beton perbaikannya dengan mengontrol disaat pengeringan
lalu tambak dapat diperbaiki atau di tutup kembali dengan menggunakan
semen. Jika tambak terbuat dari tanah,
maka pengontrolan dititik beratkan kepada arus pusaran air yang terjadi didalam
tambak, setelah itu maka tambak dapat diperbaiki dengan menutup tanggul dengan
karung yang berisi pasir, lalu di timbun menggunakan lumpur (Anonim, 2012).
4.1.2. Pembersihan Tambak
Setelah kegiatan perbaikan pematang kemudian
dilanjutkan dengan pembersihan dasar tambak pembesaran yang banyak terdapat
kotoran yang masuk dari luar tambak mengikuti air akibat dari pematang yang
berlubang. Kotoran yang ada didalam tambak
diangkat, lalu di simpan sementara diatas
pematang dan kemudian dibuang ke luar tambak.
Sementara itu, untuk rumput yang terdapat pada bagian pematang, dibersihkan
dengan menggunakan alat pemotong rumput atau parang. Setelah itu, rumput diangkat dan di buang
jauh dari pematang.
Gambar 4. Pembersihan Tambak
Kegiatan membersihkan
pematang tambak tanah dilakukan ketika tambak akan dipakai untuk membudidayakan
ikan. Membersihkan pematang tambak yaitu membersihkan rumput-rumput yang tumbuh
dipinggir pematang tambak, rumput ini perlu dibersihkan dan dibuang agar tidak
mengganggu ikan yang akan di budidayakan terutama bagi ikan yang masih kecil,
karena apabila rumput tersebut dibiarkan tumbuh maka kemungkinan besar akan dijadikan
sarang hama dan
predator seperti ular dan lainnya.
Membersihkan pematang tambak dapat menggunakan cangkul. Membersihkan tambak dengan ukuran 20 x 15 m2
dapat diselesaikan sehari. Teknik
pecangkulan dilakukan secara teratur dan pembersihan pematang berfungsi
memperbaiki jika ada pematang yang rusak ataupun roboh akibat erosi (Anonim,
2010).
4.1.3. Pengangkatan Lumpur
Pengangkatan lumpur
pada tambak pembesaran Nila Merah (Oreochromis
niloticus) dilakukan setelah perbaikan dan pembersihan tambak. Pengangkatan lumpur dari tambak dilakukan
secara manual dengan menggunakan alat pengangkat lumpur. Caranya adalah lumpur dalam tambak digerus
dengan alat pengangkat lumpur dan kemudian diangkat keatas pematang.
Gambar 5. Pengangkatan
Lumpur Serta Kotoran Dari Tambak
Pengangkatan lumpur setelah budidaya dilakukan agar kondisi tambak lebih
sehat. Pada pematang yang ada rembesan
perlu dilakukan keduk teplok dan penampatan tanah pada lubang bocoran. Limbah budidaya berupa lumpur organik dari
sisa pakan, kotoran ikan, dan ikan yang mati harus dikeluarkan dari dasar
tambak, karena bahan tersebut bersifat racun yang dapat membahayakan kehidupan
ikan. Pengeluaran lumpur dilakukan
dengan cara mekanis menggunakan cangkul atau penyedotan pompa air. Pengolahan dapat dilakukan dengan menggunakan
traktor tangan atau cangkul pada kedalaman tanah 10-30 cm (Pantjara, et al.
2011).
4.1.4. Pengeringan
Tambak
Setelah tambak
dilakukan perbaikan dan pembersihan, hal yang dilakukan selanjutnya adalah
pengeringan tambak. Pengeringan dilakukan dengan cara membuka pipa pengeluaran
sehingga air keluar melalui saluran pembuangan yang terdapat didalam tambak dan
untuk mempercepat keluarnya air dari tambak dapat dibantu dengan menggunakan
mesin pompa. Pengeringan tambak membutuhkan waktu sekitar 5 hari dengan ukuran tambak
2500 m2/petak apabila matahari bersinar normal, kemudian air yang
berada ditambak tersebut telah habis.
Gambar
6. Pengeringan Tambak
Pengeringan dasar tambak dapat dipercepat
jika sinar matahari bersinar normal biasanya dalam tempo 3 sampai 5 hari dan
dapat memakan waktu sekitar 7 hari
apabila matahari tidak bersinar normal.
Pengeringan mutlak dilakukan karena berfungsi untuk menghilangkan senyawa beracun serta membasmi hama dan bibit penyakit (Anonim, 2011). Pengeringan dasar tambak
dapat mengurangi sumber penyakit dan pembalikan dasar tambak dapat menambah
oksigen yang terikat dalam tanah dan melepaskan gas-gas beracun yang terikat
dalam tanah karena proses peruraian (Partosuwiryo dan Warseno, 2011).
4.1.5.
Pemberantasan Hama
Setelah air telah habis dikeringkan,
kemudian dilanjutkan dengan pemberantasan hama
menggunakan saponin untuk membasmi hama
baik kompetitor maupun predator yang terdapat didalam tambak. Pemberian saponin tidak langsung di berikan
begitu saja ke tambak pembesaran, namun harus melihat cuaca yang mendukung atau
tidak terjadi hujan. Dampak yang terjadi apabila ditebar pada
waktu hujan adalah tidak secara optimal membasmi hama yang terdapat dalam
tambak. Saponin sebelum ditebar ke tambak
harus dilakukan pengisian air setinggi 10 cm, kemudian saponin tersebut
direndam terlebih dahulu diair selama 1 jam.
Setelah itu, saponin dapat diberikan dengan cara ditebar secara
menyeluruh ke tambak dan dosis yang diberikan sebanyak 18,75 kg/ petak, dengan
ukuran tambak seluas 2500 m2 dan namun apabila hujan sering terjadi
terus-menerus maka pemberian saponin dapat diperbanyak sesuai dengan kondisi tambak
dengan ketinggian airnya adalah 10 cm. Saponin yang ditebar dibiarkan selama 2
hari diperkirakan sampai hama yang
terdapat dalam tambak tersebut mati dan
habis.
Gambar 6. Bahan Pemberantasan Hama (Saponin)
Pemberantasan hama terutama trisipan, kepiting, udang, dan ikan liar yang
paliang efektif adalah pengeringan tambak secara sempurna. Pemberantasan hama ikan dapat dilakukan
dengan menggunakan saponin, dimana kemampuannya sangat dipengaruhi oleh kondisi
suhu dan salinitas air tambak. Pada
salinitas 30 ppt, saponin diaplikasikan dengan dosis 10-15 ppm atau 30-75 kg/ha
tergantung kelimpahan hama tambak ( Pantjara, et al. 2011).
Ikan-ikan liar dan hewan lainnya
yang ada dalam tambak dapat menganggu pertumbuhan Ikan Nila Merah (Oreochroms niloticus) dan mengurangi
sintasan, karena merupakan predator dan kompetitor yang perlu di berantas. Untuk membasmi hewan liar tersebut dapat digunakan
saponin dengan dosis 20 ppm. Saponin
terlebih dahulu direndam dalam air selama 12 jam. Selanjutnya ditebar secara merata dalam
tambak pada ketinggian air tambak 10 cm.
Bahan saponin hilang setelah 2 hari penebaran (BPPKP, 2010).
4.1.6. Pemberian Pupuk
Setelah
pemberian saponin yang dibiarkan selama 2 hari kemudian dilanjutkan dengan
pemberian pupuk urea dan TSP. Pemberian
pupuk dilakukan dengan cara memasukan air sampai ketinggian 10 cm dari
kedalaman tambak agar penetrasi cahaya dapat tembus ke dasar tambak sehingga
mempercepat tumbuhnya pakan alami. Pupuk
urea dan TSP merupakan pupuk yang digunakan untuk menambah unsur hara pada
dasar tanah tambak pembesaran Nila Merah ( Oreochromis
niloticus ). Dosis yang diberikan
pada pupuk urea ditambak pembesaran adalah 37,5 kg pada ukuran tambak dengan
panjang 100 m, lebar 25 m, dan tinggi 1 m, sedangkan untuk pupuk TSP diberikan
dengan dosis 25 kg pada ukuran tambak yang sama. Selain itu, dapat juga diberikan pupuk
kandang dengan dosis 100 kg pada ukuran tambak yang sama dengan salinitas
minimal 9 ppt dan juga untuk menambah unsur hara tanah didalam tambak
tersebut. Namun pupuk kandang tidak
langsung di tebar ke dalam tambak, tetapi harus dilakukan perendaman terlebih
dahulu selama 7 hari agar tidak terapung
ketika ditebar. Pemberian ketiga pupuk
ini bertujuan untuk menyuburkan tanah yang terdapat ditambak dan hanya
membutuhkan waktu sekitar 1 hari, pakan alami berupa fitoplankton maupun
zooplankton dapat tersedia didalam tambak pembesaran sehingga dapat dimanfaatkan
oleh ikan yang hendak dibudidayakan. Namun, waktu ideal untuk fitoplankton dan zooplankton
dapat tersedia secara optimal adalah sekitar 7 hari, dan kemudian ditambahkan
air setinggi 40 cm di tambak. Selain
itu, dapat pula di berikan pupuk susulan
jenis NPK apabila ikan yang di tebar ke tambak pembesaran sudah sekitar 2
minggu, dengan dosis 2 kg/2 minggu dengan ukuran tambak 2500 m2/petak.
(a)
(b)
Gambar 8.
Pemberian Pupuk Urea (a) dan Pupuk TSP (b)
Pemupukan bertujuan untuk merangsang
pertumbuhan makanan alami seperti klekap.
Pupuk yang digunakan adalah pupuk organik sebanyak 1 ton/ha, ditebar
pada saat dasar tambak masih kering.
Pupuk anorganik dengan dosis urea 100 kg/ha dan TSP 75 kg/ha, ditebar
pada saat didasar tambak masih macak-macak atau lembab. Selanjutnya air tambak ditinggikan menjadi 10
cm di atas pelataran. Setelah satu
minggu setelah klekap mulai tumbuh di dasar tambak, air ditambah lagi sampai
kedalaman 30-40 (BPPKP, 2010).
4.1.7. Pemasukan Air
Air merupakan sumber kehidupan
atau habitat bagi organisme air untuk hidup, mencari makan, dan berkembang
biak. Cara pemasukannya adalah air dialiri
pada tambak penampungan dan kemudian disalurkan kembali pada tiap-tiap tambak
pemeliharaan melalui pipa pemasukan yang bantu dengan pompa dan dikelilingi
hapa agar tidak membawa kotoran dari luar tambak. Pemasukan air ditambak membutuhkan waktu
sekitar satu hari sampai mencapai kedalaman 80 cm pada ukuran tambak 2500 m2/petak
ketika menjelang penebaran. Jenis air
dalam kegiatan ini adalah memanfaatkan air payau dengan salinitas sekitar 9 ppt
dari hasil pengujian yang dilakukan dengan refraktometer.
(a)
(b)
Gambar 9. Pipa Pemasukan (a) dan Pemasukan Air (b)
Memiliki sumber air
laut dan air tawar yang baik dan tidak tercemar. Memenuhi persyaratan kualitas air yang baik
antara lain: oksigen terlarut 5,0-8,0 ppm, pH 6,5-8,0, suhu 25,0-30,0 0C,
dan salinitas 0,0-35,0 ppt. Selanjutnya
menjelang penebaran dilakukan penambahan air sampai ketinggian 60-80 cm (BPPKP,
2010).
Tambak Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) dapat di buat
dari tanah atau tambak tanah. Ukurannya jangan terlalu luas, sebab sangat
menyulitkan dalam pengelolaannya, baik pada saat pengeringan maupun pada saat
penangkapan. Ukuran tambak Ikan Nila
Merah (Oreochromis niloticus) yang
paling luas adalah 100 m2, seperti tambak untuk ikan lain, tambak
ikan Nila Merah di lengkapi dengan lubang pemasukan dan pengeluaran air. Tujuannya agar memudahkan dalam pengisian
air, sehingga kualitas air tetap baik, selain itu juga memudahkan dalam
pengeringan. Tambak juga bias dan
beton. Hanya pembuatan tambak membutuhkan
biaya yang cukup besar, karena beton biasanya digunakan untuk pembenihan secara
intensif. Selain itu juga pemeliharaan
dapat dilakukan dengan keramba jarring apung dapat dipasang diwaduk dan
rawa-rawa, tambak besar atau genangan air lainnya (Anonim, 2008).
4.2. Penebaran
Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) yang hendak ditebar ke tambak pembesaran diambil
dari hasil panen ditambak pendederan. Cara pemanenannya yaitu dengan melakukan
penangkapan dengan menggunakan waring yang ukurannya cukup besar. Setelah ikan telah terjebak ke dalam waring, kemudian
diambil menggunakan seser dan dimasukkan ke kantung plastik yang terisi air 8
liter. Setelah itu, dilakukan
pengangkutan dan ketika hendak ditebar, mulut kantung pastik dibuka secara perlahan-lahan
dan kemudian ikan dilepaskan ke tambak.
Ikan ditebar ke tambak pada waktu pagi hari sekitar pukul 08.00. Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) yang di tebar telah berumur 5 minggu memiliki
panjang awal antara 5,5-11,4 cm dengan rata-rata 8,14 cm, dan kemudian berat
awal antara 3,70-32,40 dengan rata-rata 13,28 gram
sesuai hasil sampling. Ikan yang ditebar
belum langsung diberikan pakan buatan berupa pelet dan ampas tahu selama 2
minggu, karena masih mengandalkan pakan alami yang tersedia ditambak dari hasil
pupuk urea, TSP, dan pupuk kandang.
Setelah itu, ikan yang ada ditambak diberi pakan buatan berupa pelet dan
ampas tahu dan padat tebar Ikan Nila Merah (Oreochromis
niloticus) pada ukuran tambak dengan panjang 100 m, lebar 25 m, dan tinggi
1 m adalah sebanyak 2500 ekor/petak.
Pemanenan benih harus dilakukan pada saat
suhu air tambak dan udara relative sejuk, terutama pagi hari. Hal ini untuk menekan angka kematian ikan saat panen. Hasil penderan larva dapat dipanen setelah
benih berukuran 2-5 cm/ekor. Agar benih
tidak stress, penurunan air tambak dilakukan secara bertahap agar saat pagi
hari benih sudah dapat ditangkap.
Kemalir sudah dibersihkan dari lumpur.
Air pemasukan dialirkan sesuai kebutuhan agar saat penangkapan benih tidak
stress. Setelah benih berkumpul dikemalir,
pemanenan dapat dimulai dari dekat saluran pembuangan terus bergerak maju ke
arah saluran pemasukan. Benih yang ditangkap
ditampung sementara dalam wadah yang ukuran dan debitnya air cukup, serta
jaraknya begitu jauh. Setelah semua
tertangkap, benih dipisahkan berdasar ukurannya menggunakan ember yang di
lubangi. Seleksi dilakukan agar pada
benih berikutnya tumbuh lebih seragam (Partosuwiryo dan Warseno, 2011).
Penanganan benih merupakan bagian
yang penting dalam kegiatan pengangkutan.
Pengangkutan benih dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara terbuka
dan tertutup. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam pengangkutan benih, yaitu sebagai berikut.
1. Jumlah
benih yang diangkut tergantung pada ukuran benih dan waktu yang dibutuhkan
dalam perjalanan.
2. Benih
hendaknya di berokkan (tidak di beri pakan) dahulu selama satu hari.
Menurut Partosuwiryo dan Warseno (2011),
tahapan yang perlu dilakukan dalam pengangkutan benih secara tertutup yaitu:
1. Siapkan
kantong plastik tebal 0,3-0,5 mm, lebar 65-75 cm, dan panjang 90 cm, rangkap
dua yang telah terisi 5-6 L air bersih.
2. Masukkan
500-2.000 ekor benih ikan dengan ukuran 5-8 cm ke kantong plastik.
3. Udara
dalam kantong plastik dikeluarkan, kemudian masukkan oksigen ke dalam kantong
plastik sebanyak 15-20 L atau perbandingan air dengan oksigen 0,25:0,75.
4. Mengikat
kantong plastik erat-erat dan ikan siap diangkut.
Benih Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) diperoleh dari hasil pembenihan dalam jumlah
yang besar. Pengangakutan benih Benih
Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) dilakukan
dengan sistem tertutup, terutama waktu pengangkutan yang membutuhkan waktu
lebih dari 4 jam. Pengangkutan dilakukan
dengan menggunakan kantong plastik volume 8 liter di beri buffer Na2
(HPO)4.1H2O sebanyak 9 gram.
Perbandingan oksigen dan air dalam kantong plastik adalah 1:1 untuk
ukuran benih Nila Merah (Oreochromis
niloticus) 10-15 g/ekor dapat diisi sebanyak 50 ekor benih perkantong
ukuran 8 L dengan lama pengangkutan 4-10 jam, dengan sintasan mencapai 100% (Partosuwiryo dan
Warseno, 2011).
Penebaran benih Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) ukuran berat 15
g/ekor dilakukan pada saat suhu udara rendah misalnya dipagi atau sore hari
dengan padat penebaran 15 ekor/m2.
Benih yang masih ada dalam kantong plastik diapungkan dipermukaan tambak
beberapa saat suhu udara dalam dalam kantong yang sama dengan suhu air
tambak. Selanjutnya kantong dibuka dan
dimiringkan ke permukaan air tambak dan benih keluar dari kantong secara
perlahan-lahan sampai tuntas (BPPKP,2010).
Padat penebaran Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) ditempat tambak
pemeliharaan ikan
harus sesuai dengan tempat yang digunakan ( Rukmana, 1997 ).
Gambar 10.
Penebaran Ikan Ditambak Pembesaran
Setelah tambak telah ditumbuhi makanan
alami sekitar 2 minggu, induk di masukkan ke dalamnya pada saat udara sejuk
pagi atau sore hari, dengan padat penebaran antara 2 ekor/m2 sampai
5 ekor/m2. Tambak berukuran
100 m2 biasa ditebar induk Nila Merah (Oreochromis niloticus) sebanyak 200-500 ekor. Jika luas tambak hanya 50 m2 maka
padat tebar menjadi setengahnya yaitu 100-250 ekor. Jika pemeliharaan dilakukan dengan baik,
dalam jangka waktu 5-6 minggu benih-benih Nila Merah (Oreochromis niloticus) diharapkan mencapai 20 gr/ekor, dan dapat dipindahkan
ke tambak pembesaran. Biasanya sampai hari
ke tiga benih tidak perlu diberi makan, karena pakan alami masih tersedia hasil
dari pemupukan (Anonim,
2011).
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
diperoleh hasil terbaik padat tebar Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) dalam tambak yang menjadi dasar acuan
sebanyak 10 ekor/m2 dengan ukuran benih awal 10-12 cm dan rata-rata
berat 20-30 gr/ekor, dimana pada padat tebar tersebut persentase pertumbuhan
harian Nila Merah (Oreochromis niloticus)
sebesar rata-rata 3,7% berat badan//ekor dengan kisaran bobot badan per ekor
pada akhir pemeliharaan ( Anonim, 2011)
Dalam pembibitan Ikan
Nila (Oreochromis niloticus), faktor
indukan sangat penting sekali menjadi perhatian, karena induk dengan kualitas
yang bagus akan menghasilkan bibit dengan kualitas yang sama.
Berikut ciri-ciri bibit Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang unggul :
a. Mampu memproduksi benih
dalam jumlah yang besar dengan kualitas yang tinggi.
b.
Pertumbuhannya
sangat cepat.
c.
Sangat responsive terhadap makanan buatan yang diberikan.
d.
Resisten terhadap serangan hama, parasit dan penyakit.
e.
Dapat hidup dan
tumbuh baik pada lingkungan perairan yang relatif buruk.
f.
Ukuran induk yang
baik untuk dipijahkan yaitu 120-180 gram lebih perekor dan berumur sekitar 4-5
bulan (Anonim,
2011).
4.3. Teknik Pemeliharaan
Teknik pemeliharaan Nila Merah (Oreochromis niloticus) ditambak
pembesaran memiliki beberapa hal yang
harus perhatikan diantaranya sebagai berikut:
4.3.1. Pemberian Pakan
Pakan merupakan salah satu bagian yang
sangat penting dalam kegiatan budidaya, karena dengan adanya ketersediaan pakan
yang cukup dan memiliki nilai gizi yang baik maka akan membantu untuk
pertumbuhan ikan, pertahanan hidup, dan juga reproduksi. Pakan yang diberikan
untuk pembesaran Ikan Nila Merah (Oreochromis
niloticus) diInstalasi Tambak Percobaan Maranak Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Air Payau adalah diberikan pakan buatan berupa pelet
dan ampas tahu. Pemberian pakan untuk Nila Merah (Oreochromis niloticus ) ditambak
pembesaran dilakukan pencampuran antara pelet dengan ampas tahu. Informasi nilai gizi pakan pelet dan
fermentasi ampas tahu dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel
3. Kandungan Gizi Pakan Pelet/Komersial
NO
|
JENIS PAKAN
|
KOMPOSISI GIZI
|
KANDUNGAN GIZI (%)
|
1
|
Pelet
|
Protein
|
15-17
|
Lemak
|
4,0
|
||
Serat kasar minimal
|
8,0
|
||
Abu kasar maksimal
|
15,0
|
||
Kadar air maksimal
|
12,0
|
Tabel 4. Kandungan Gizi Ampas Tahu
NO
|
JENIS PAKAN
|
KOMPOSISI GIZI
|
KANDUNGAN GIZI
|
|
AWAL (%)
|
SETELAH (%)
|
|||
1
|
Ampas tahu
|
Protein
|
14,72-15,89
|
19,03-21,51
|
Lemak
|
8,42-10,64
|
7,76-14,74
|
||
Serat kasar
|
24,77-26,0
|
23,93-28,56
|
||
Abu
|
3,78-3,87
|
3,45-3,66
|
||
Air
|
6,4-6,78
|
3,01-3,95
|
||
BETN
|
44,29-47,14
|
3,76-44,96
|
Dari
tabel diatas dapat diketahui bahwa pakan buatan berupa pelet memiliki beberapa
kandungan gizi diantaranya adalah protein kasar 38%, lemak kasar 2%, serat
kasar 3%, abu kasar 13%, dan kadar airnya 12%.
Manfaat dari pemakaian pakan pelet ini adalah untuk meningkatkan daya
tahan tubuh ikan, mengurangi angka kematian akibat stress, mempercepat
pertumbuhan masa awal ikan. Sedangkan
untuk ampas tahu juga memiliki beberapa
kandungan gizi diantaranya adalah protein 19,03-21,51%, lemak 7,76-14,47%,
serat kasar 23,93-28,56%, abu 3,45-3,66%, air 3,01-3,95%, dan BETN
3,76-44,96%. Penggunaan ampas tahu pada
pembesaran Nila Merah (Oreochromis
niloticus) memiliki manfaat untuk mempercepat laju pertumbuhan tubuh dan
juga berfungsi sebagai pupuk untuk menumbuhkan pakan alami.
Dosis pakan pelet dan ampas tahu yang diberikan
pada pembesaran Nila Merah (Oreochromis
niloticus) dengan presentase 5-8% dari bobot tubuh. Pakan ditambak pembesaran diberikan sebanyak
2 kali sehari yaitu pada jam 08.00 pagi dan jam 17.00 sore.
(a)
(b)
Gambar 11.
Pakan Pelet dan Ampas Tahu (a) Serta
Pemberian Pakan (b)
Pakan yang diberikan adalah pakan buatan
(pelet) berukuran garis tengah 2-4 mm, dengan kandungan protein 20-27%, dengan
takaran 2-3% dari berat tubuh (biomassa) ikan, diberikan 2 kali sehari (pagi
dan sore), (BPPKP, 2010).
Pemberian pakan dalam jumlah yang cukup
dan berkualitas tinggi sangat membantu pertumbuhan Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus), jenis pakan yang
diberikan untuk ikan berupa pakan alami bahan-bahan yang mudah didapat, tetapi
kandungan proteinnya tinggi, komposisinya terdiri tepung ikan 50%, tepung
kedelai 25%, bungkil kedelai 20%, minyak ikan 3% dan vitamin ditambah dengan
mineral secukupnya. Pemberian
pakan dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore (Rukmana,1997).
4.3.2. Kualitas Air
Kualitas
air merupakan parameter yang perlu di pantau secara rutin guna untuk mengetahui
kelayakan suatu perairan untuk mendukung kehidupan organisme akuatik yang dibudidayakan.
Selain
itu, kuallitas air yang baik juga
harus terbebas dari pencemar seperti bahan organik, anorganik, dan limbah
industri yang mendukung berlangsungnya kehidupan ikan yang dibudidayakan. Data kualitas air pada pembesaran Nila Merah
(Oreochromis niloticus) di Balai
Intalasi Tambak Percobaan Maranak Sulawesi Selatan dapat di lihat pada tabel dibawah
ini.
Tabel 5. Data Kualitas Air Minggu
Pertama
HARI, TANGGAL
|
TAMBAK
|
PARAMETER KUALITAS AIR
|
||||
Salinitas (ppt)
|
pH
|
Alkalinitas (mg/l)
|
Do (g/ml)
|
Suhmu (0C)
|
||
KAMIS, 29-03-2012
|
1
|
8
|
7,9
|
83,6
|
3,28
|
30,6
|
2
|
5
|
7,8
|
48,07
|
5,07
|
29,8
|
|
3
|
5
|
9,7
|
31,35
|
5,36
|
29,7
|
|
4
|
5
|
7,7
|
108,68
|
3,30
|
29,4
|
|
5
|
5
|
7,0
|
71,06
|
0,70
|
29,8
|
|
6
|
6
|
7,4
|
83,6
|
0,60
|
29,6
|
|
7
|
5
|
7,0
|
54,34
|
2,53
|
30,1
|
|
8
|
4
|
7,6
|
66,88
|
2,52
|
30,0
|
Tabel 6. Data Kualitas Air Minggu Kedua
HARI, TANGGAL
|
TAMBAK
|
PARAMETER KUALITAS AIR
|
||||
Salinitas (ppt)
|
pH
|
Alkalinitas (mg/l)
|
Do (g/ml)
|
Suhu (0C)
|
||
KAMIS, 05-04-2012
|
1
|
7
|
8,0
|
29,26
|
2,63
|
28,7
|
2
|
6
|
7,5
|
35,53
|
2,63
|
29,3
|
|
3
|
5
|
7,6
|
27,17
|
4,31
|
28,6
|
|
4
|
5
|
7,9
|
41,8
|
4,51
|
29,2
|
|
5
|
7
|
7,5
|
52,25
|
2,30
|
29,0
|
|
6
|
7
|
7,6
|
41,8
|
3,39
|
2,88
|
|
7
|
7
|
8,0
|
31,5
|
2,48
|
29,8
|
|
8
|
6
|
8,0
|
29,26
|
5,36
|
30,0
|
Tabel 7. Data kualitas Air Minggu Ketiga
HARI, TANGGAL
|
TAMBAK
|
PARAMETER KUALITAS AIR
|
||||
Salinitas (ppt)
|
pH
|
Alkalinitas (mg/l)
|
Do (g/ml)
|
Suhu (0C)
|
||
KAMIS, 12-04-2012
|
1
|
18
|
8,3
|
41,8
|
3,27
|
29,9
|
2
|
18
|
8,5
|
64,79
|
5,25
|
30,3
|
|
3
|
10
|
8,0
|
54,34
|
6,38
|
30,5
|
|
4
|
15
|
8,5
|
77,33
|
3,68
|
29,4
|
|
5
|
16
|
8,0
|
73,15
|
3,89
|
31,5
|
|
6
|
17
|
8,0
|
68,97
|
4,36
|
29,3
|
|
7
|
16
|
8,5
|
41,8
|
4,84
|
29,8
|
|
8
|
10
|
8,5
|
45,98
|
5,80
|
30,3
|
Satu diantara beberapa faktor yang
berpengaruh dalam kegiatan budidaya untuk pembesaran ikan dan organisme akuatik
lainnya adalah kualitas air. Pada
budidaya perairan, air merupakan media hidup utama organisme akuatik. Sifat air sangat fluktuatif dan tergantung
pada sumber air untuk kegiatan budidaya, baik kandungan unsur haranya
(nutrient) maupun bahan limbahnya (cemaran).
Bila air budidaya tidak dikelola dengan baik, maka lingkungan organsime
akuatik akan terganggu, misalnya timbulnya beberapa jenis penyakit. Air yang
berkualitas baik adalah air yang memenuhi syarat untuk kehidupan yang layak
bagi organisme akuatik. Melihat peran
air yang sangat menentukan dalam keberhasilan budidaya, maka perlu di lakukan
pemantuan kualitas air secara kontinyu (Sutrisyani dan Rohani, 2009).
Parameter kualitas air yang terdapat pada
tambak pembesaran Nila Merah (Oreochromis
niloticus) diantaranya sebagai berikut:
a. Salinitas
Salinitas
adalah bobot zat padat (g / 1000 g air laut ), setelah semua karbonat di ubah
menjadi oksida, bromida, dan ion organik menjadi klorida, serta semua senyawa
kation dioksida. Pengukuran salinitas di
tambak pembesaran menggunakan alat yang di namakan Refraktometer. Berikut ini
prosedur kerja salinitas adalah sebagai berikut:
1. Kalibrasi
refraktometer dengan meneteskan 1 atau 2 tetes akuades pada prisma,
2. Tutup
dan baca skala salinitas, apabila batas garis bidang gelap dan terang
menunjukan pada angka nol, maka refraktometer siap di gunakan,
3. Namun,
jika tidak menunjukan angka nol maka harus diatur skala dengan memutar skrup,
gunakan obeng kecil sampai menunjukan angka nol,
4. Kemudian
prisma dibersihkan dengan menggunakan tissu halus sampai kering,
5. Setelah
itu, ambil sampel air dan teteskan ke sekrup sebanyak 2 tetes,
6. Kemudian
lihat dan baca skala salinitasnya,
7. Kemudian
dibilas dengan air tawar dan keringkan dengan tissu.
(a)
(b)
Gambar 12.
Refraktometer (a) dan Pengukuran Salinitas (b)
Data
kualitas air diminggu pertama yang dilakukan pengujian pada tambak pembesaran
Nila Merah (Oreochromis niloticus)
memiliki kisaran salinitas antara 4-8 ppt.
Kemudian data kualitas air diminggu kedua memiliki kisaran salinitas antara
5-7 ppt. Selanjutnya diminggu ketiga
dari hasil pengujian yang dilakukan memiliki salinitas dengan kisaran antara
10-18 ppt.
Tingkat
toleransi Ikan Nila Merah (Oreochromis
nilotics) kondisi salinitas yang terdapat pada perairan ditambak pembesaran
masih cukup baik. Hal ini terbukti,
dengan di lakukan observasi secara langsung pada tambak pembesaran dan Ikan
Nila Merah (Oreochromis niloticus)
dapat bertahan hidup dengan baik. Ikan
Nila Merah (Oreochromis niloticus)
dapat hidup dengan baik pada salinitas yang
tinggi maupun rendah dengan kisaran 0-35 permil/ppt. Hal ini sesuai dengan pendapat Rukmana, 1997
yang menyatakan bahwa Ikan
Nila Merah (Oreohromis niloticus)
terkenal sebagai ikan yang tahan terhadap perubahan terhadap lingkungan
hidup. Nila Merah (Oreohromis niloticus) dapat hidup dilingkungan air tawar, air
payau, dan air asin. Kadar garam air
yang disukai antara 0-35 permil.
Salinitas sangat berpengaruh terhadap
tekanan osmotik air, semakin tinggi salinitas semakin besar pula tekanan
osmotiknya. Semua ikan nila lebih
toleran terhadap lingkungan payau. Ikan
nila tumbuh dengan sangat baik pada salinitas 15 ppt, sedangakan nila merah
dapat tumbuh pada salinitas mendekati air laut.
Namun demikian untuk ikan nila merah, perkembangan alat reproduksinya
mengalami penurunan pada salinitas di atas 10-15 ppt, namun performanya lebih
baik pada kadar di bawah 5 ppt. jumlah
benih yang di hasilkan mengalami penurunan pada salinitas 10 ppt (Boyd,
1987). Ikan Nila (Oreochromis niloticus) tergolong ikan yang dapat bertahan pada
kisaran salinitas yang luas dari 0-35 ppt.
Ikan nila merupakan ikan yang biasa hidup diair tawar, sehingga untuk
membudidayakan diperairan payau atau tambak perlu dilakukan aklimatisasi
terlebih dahulu secara bertahap sekitar 1-2 minggu dengan perubahan salinitas
tiap harinya sekitar 2-3 ppt agar Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dapat beradaptasi dan tidak stress
(Andrianto, 2005).
b. pH
pH menunjukan kadar konsentrasi H+
atau OH- dalam suatu larutan.
Konsentrasi tersebut diukur menggunakan elektroda melalui aktivitas ion
hidrogen H+ yang merupakan faktor utama dalam menentukan kemasaman
dan kebasaan suatu larutan. Pengukuran
pH menggunakan kertas pH berwarna dalam menentukan nilai asam ataupun basa. Berikut
ini prosedur kerja pH adalah sebagai berikut:
1. Tuangkan
sampel air ke dalam gelas ukur sebanyak 5 ml,
2. Kemudian
dicampurkan larutan pH solution 5 tetes menggunakan pipet tetes,
3. Aduk-aduk
sampai airnya berubah warna,
4. Kemudian
letakan pada kertas pH dan lihat nilainya.
(a)
(b)
Gambar 13. Kertas
pH (a) dan Pengukuran pH (b)
Data kualitas air diminggu pertama dari
pengujian yang dilakukan pada tambak pembesaran Nila Merah (Oreochromis niloticus) memiliki kisaran pH
antara 7,0-9,7. Kemudian diminggu kedua
kisaran pH yang di peroleh ditambak pembesaran antara 7,5-8,0. Selanjutnya pada minggu ketiga data kualitas
air ditambak pembesaran memiliki kisaran pH antara 8,3-8,5.
pH pada tambak pembesaran Nila Merah (Oreochromis niloticus) masih dapat ditolerir
dengan baik. Ikan Nila Merah biasanya
dapat hidup pada kisaran pH sekitar 6-8,5. Sedangkan pH yang optimal agar Nila
Merah (Oreochromis niloticus) dapat
hidup dengan baik dengan kisaran 7-8.
Hal ini sesuai dengan pendapat Rukmana, 1997 yang menyatakan bahwa Ikan Nila
Merah (Oreohromis niloticus) yang masih kecil
lebih tahan terhadap perubahan lingkungan dibandingkan dengan ikan yang sudah
besar. Nilai pH air berkisar 6-8,5. Namun, pertumbuhan optimal terjadi pada pH
7-8.
Nilai pH pada banyak perairan alami berkisar
antara 4 sampai 9. Daerah hutan mangrove
dapat mencapai nilai pH yang sangat rendah karena kandungan asam sulfat pada
tanah dasar tersebut tinggi. Nilai pH didefinisikan
sebagai logaritma negatif konsentrasi ion H+, maka yag harus diperhitungkan
dalam penentuan rata-rata nilai pH rendah bersamaan dengan rendahnya kandungan
mineral yang ada dan sebaliknya. Di mana
mineral tersebut digunakan sebagai nutrient didalam siklus produksi perairan
dan pada umumnya perairan yang alkali adalah lebih produktif dari pada perairan
yang asam. Untuk mengetahui pH air, biasa
di ukur dengan beragam alat misalnya kertas lakmus, atau sekarang banyak diproduksi
alat baru yang di sebut pH meter yang biasa berguna untuk mengukur pH air dan
tanah (Gufran dan Andi, 2005).
Nilai derajat keasaman (pH) perairan yang
cocok untuk Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) adalah 7,2-7,7 dan tidak tercemar oleh bahan beracun seperti
sulfida (H2S) dan ammonia (NH3) ataupun logam berat dan
limbah atau tumpahan minyak. Konsentrasi H2S dan NH3
yang masih dapat ditoleransi oleh Ikan Nila (Oreochromis niloticus) adalah 1 ppm (Cholik, 1986).
c. Alkalinitas
Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan
tambahan asam tanpa menurunkan nilai pH larutan. Alkalinitas
yang terukur secara volumetrik dititrasi dengan larutan standar asam kuat. Untuk menentukan alkalinitas karbonat (pH
8,2) perubahan warna pada titk akhir titrasi menggunakan indikator PP,
sedangkan untuk alkalinitas total (pH 4,5) menggunakan indikator bromokresol green dan methyl red. Pengukuran untuk alkalinitas
menggunakan alat yang di namakan buffer
untuk menentukan volume titrannya.
Berikut ini prosedur kerja
alkalinitas adalah sebagai berikut:
1. Tuangkan
sampel air ke dalam gelas ukur kapasitas 25 ml.
2. Kemudian
tuangkan pada gelas erlenmeyer.
3. tambahkan
pp indikator 3 tetes dan apabila berwarna merah jambu titrasi dengan H2SO4
dan aduk sampai tidak berwarna.
4. Kemudian
di tambahkan BCG dan MR sebanyak 3 tetes,
5. Gelas
di aduk-aduk sampai berwarna biru,
6.
Setelah itu, titrasi dengan H2SO4 0,0209
N dan aduk sampai berwarna orange,
7. Kemudian
lihat volume titrannya.
(a)
(b)
Gambar 14. Buffer
(a) dan Pengukuran Alkalinitas (b)
Data
kualitas air untuk alkalinitas diminggu pertama pada tambak pembesaran memiliki kisaran antara 31,35-108,68 mg/l. Kemudian diminggu kedua memiliki kisaran
alkalinitas antara 27,17-52,25 mg/l. Selanjutnya
data kualitas air diminggu ketiga memiliki alkalinitas pada tambak pembesaran
dengan kisaran antara 41,8-77,33 mg/l.
Kandungan alkalinitas pada tambak
pemeliharaan Nila Merah (Oreochromis
niloticus) tergolong sangat baik, sehingga mendukung kehidupan ikan yang dibudidayakan. Menurut Yuliati dan Praseno, (1988)
menyatakan bahwa nilai alkalinitas yang berkisar antara 7,08-13,78 mg/l tidak
cukup baik untuk kehidupan Nila Merah (Oreochromis
niloticus) di tambak, sehingga menurut mereka bahwa alkalinitas yang dibutuhkan bagi Ikan
Nila (Oreochromis niloticus) berkisar
antara 30-300 mg/l dan untuk menjaga kualitas air agar tetap baik, dilakukan
pengurasan setidaknya 3-5 bulan sekali.
Alkalinitas adalah konsentrasi total dari
unsur basa-basa yang terkandung dalam air dan biasa dinyatakan dalam mg/l atau
setara dengan kalsium karbonat dalam air.
Basa-basa yang terkandung biasanya dalam bentuk ion karbonat dan
bikarbonat. Ketersediaan ion basa
karbonat dan bikarbonat merupakan parameter total alkalinitas dalam air tambak
sangat penting, artinya mengingat total alkalinitas tidak hanya berpengaruh
langsung terhadap pertumbuhan plankton, tetapi juga mempengaruhi parameter
kualitas air lain, yakni pH air yang akhirnya akan mempengaruhi unsur-unsur
alkalinitas juga dapat bertindak sebagai buffer
(penyangga) pH. Dalam kondisi basa ion
bikarbonat akan melepaskan ion karbonat yang bersifat asam, sehingga menajdi
netral. Bila keadaan terlalu asam,
sebaliknya ion karbonat dalam air akan mengalami hidrolisa menjadi ion
bikarbonat akan melepaskan hidrogen oksida yang bersifat basa, sehingga keadaan
menjadi netral (Gufran dan Andi, 2005).
Tingkat alkalinitas merupakan suatu indeks
dimana perairan tersebut netral, diatas netral (basa), dan dibawa netral
(asam). Alkalinitas Ikan Nila (Oreochromis niloticus) berkisar antara
50-300 mg/l, keadaan tersebut menggambarkan
tingkat alkali yang cocok untuk kehidupan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang dibudidayakan (Effendi, 2003).
d. Oksigen
terlarut
Oksigen terlarut adalah kandungan oksigen
yang terdapat disuatu perairan atau tambak pemeliharaan yang mana dimanfaatkan
oleh ikan untuk respirasi atau pernapasan, sehingga dapat menunjang kehidupan
ikan yang ada pada perairan tersebut. Pengukuran
oksigen terlarut menggunakan alat yang di namakan Do meter. Prosedur kerja Do meter adalah sebagai berikut:
1. Hidupkan
Do meter.
2. Kemudian
celupkan ujung Do meter ke dalam air selama 2 menit.
3. Setelah
itu, angkat dan lihat nilainya.
Data kualitas air untuk oksigen terlarut diminggu
pertama pada tambak pembesaran memiliki kisaran
antara 0,60-5,36 g/ml. Kemudian diminggu
kedua data oksigen terlarut memiliki kisaran antara 2,30-5,36 g/ml. Selanjutnya diminggu ketiga data oksigen
terlarut dari pengujian yang di lakukan, diperoleh kisaran antara 3,27-6,36
gml.
Kandungan oksigen terlarut yang terdapat
pada tambak pembesaran Nila Merah (Oreochromis
niloticus) tergolong cukup baik. Hal
ini, di sebabkan karena padat tebar ikan yang ada pada tambak pembesaran
memiliki jumlah 2500 ekor dengan ukuran tambak 2500 m2/petak sehingga
persaingan untuk memperoleh oksigen terlarut tidak begitu besar. Oksigen terlarut pada tambak pemeliharaan
Nila Merah (Oreochromis niloticus)
berkisar 5,0 – 8,0 g/ml. Memiliki
sumber air laut dan air tawar yang baik dan tidak tercemar. Memenuhi persyaratan kualitas air yang baik
antara lain oksigen terlarut 5,0-8,0 g/ml (BPPKP, 2010).
Menurut Zonneveld, et al (1991), kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai kepentingan
pada dua aspek yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan
konsumtif yang tergantung pada metabolisme ikan. Perbedaan kebutuhan oksigen dalam suatu
lingkungan bagi ikan dalam spesies tertentu disebabkan oleh adanya perbedaan
strtuktur molekul sel darah ikan, yang mempengaruhi hubungan antara tekanan
parsial oksigen dalam air dan derajat kejenuhan oksigen dalam sel darah.
e. Suhu
Suhu adalah naik turunnya tingkatan suatu
perairan yang di akibatkan oleh perubahan lingkungan yang terjadi sewaktu-waktu
akibat adanya curah hujan maupun sinar matahari. Alat yang di pakai dalam pengukuran suhu pada
tambak pembesaran Nila Merah (Oreochromis
niloticus) sama dengan alat yang dipakai untuk mengukur oksigen terlarut
dan memiliki prosedur kerja yang sama.
Data kualitas air diminggu pertama pada
tambak pembesaran Nila Merah (Oreochromis
niloticus) memiliki salinitas dengan kisaran antara 29,4-30,6 0C. Kemudian diminggu kedua data kualitas yang di
peroleh dengan kisaran suhu antara 28,6-30,0 0C. Selanjutnya diminggu ketiga memiliki kisaran
suhu antara 29,3-31,5 0C.
Kisaran suhu pada tambak pembesaran Nila
Merah (Oreochromis niloticus)
tergolong sangat baik. Meskipun keadaan
perairannya masih terjadi perubahan secara terus-menerus akibat keadaan alam
seperti curah hujan dan sinar matahari tetapi masih dapat ditolerir oleh
ikan. Suhu yang optimal bagi Nila Merah
(Oreochromis niloticus) untuk dapat
bertahan hidup dengan baik adalah berkisar antara 25-30 0C. Hal ini sesuai dengan pendapat Trewavas, 1980
yang menyatakan
bahwa suhu
optimal untuk Ikan Nila (Oreochromis niloticus) antara 25-30 0C. Oleh karena itu, Nila Merah (Oreochromis niloticus) cocok di pelihara di dataran rendah sampai
agak tinggi sekitar 500 m.
Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme
organisme, karena itu penyebaran organisme baik di lautan maupun diperairan air
tawar di batas oleh suhu perairan tersebut.
Suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan biota
air. Secara umum laju pertumbuhan
meningkat sejalan dengan kenaikan suhu, dapat menekan kehidupan hewan budidaya
bahkan menyebabkan kematian bila peningkatan suhu sampai ekstrim (Gufran dan
Andi, 2005). Suhu air akan mempengaruhi
juga kekentalan (viskositas) air. Perubahan
suhu air yang drastis dapat mematikan biota air karena terjadi perubahan daya
angkut darah. Suhu sangat berkaitan erat
dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam air dan konsumsi oksigen hewan
air. Suhu berbanding terbalik dengan
konsentrasi jenuh oksigen terlarut, tetapi berbanding lurus dengan laju
konsumsi hewan air dan laju reaksi kimia dalam air (Gufran dan Andi,
2005). Pertumbuhan dan kehidupan biota
air sangat di pengaruhi suhu air.
Kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikan di perairan tropis adalah
antara 28 0C sampai 32 0C. suhu air dapat mempengaruhi kehidupan biota air
secara tidak langsung, yaitu melalui pengaruhnya terhadap kelarutan oksigen
dalam air. Semakin
tinggi suhu air, semakin rendah larut oksigen dalam dan sebaliknya (Cholik, 1986).
(a)
(b)
Gambar 15. Do meter
(a) dan Pengukuran Oksigen Terlarut dan Suhu (b)
Menurut Imanto dan Anggawati (1992),
menyatakan bahwa kualitas air yang baik merupakan hal yang sangat penting bagi
organisme budidaya yang di lakukan, air dari usaha budidaya harus bebas dari
polusi, bak dari limbah industri maupun limbah rumah tangga. Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus ) masih dapat hidup dalam keadaan air asin
pada salinitas 0-35% dengan pH air 5-11 masih dapat ditoleransi oleh ikan nila
merah (Oreochromis niloticus ), dan
untuk pH yang optimal adalah 7-8 (Rukamana, 1997). Khairuman dan Amri (2002), menjelaskan bahwa
Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus )
dapat tumbuh secara normal pada kisaran suhu 14-30 0C dan dapat
memijah pada suhu 22-37 0C. Ikan
Nila Merah dapat mengalami kematian pada suhu 6 0C dan 40 0C.
Ikan Nila Merah (Oreohromis niloticus)
juga terkenal sebagai ikan yang tahan terhadap perubahan lingkungan hidup. Nila Merah (Oreohromis niloticus) dapat hidup dilingkungan air tawar, air
payau, dan air asin. Kadar garam air
yang disukai antara 0-35 permil. Ikan
Nila (Oreochromis niloticus) air
tawar dapat dipindahkan ke air asin dengan proses adaptasi yang bertahap. Kadar garam di naikkan sedikit demi
sedikit. Pemindahan Nila Merah (Oreohromis niloticus) secara mendadak ke
dalam air yang berkadar garamnya sangat berbeda dapat mengakibatkan stress dan
kematian bagi ikan. Ikan Nila (Oreohromis niloticus) yang masih kecil
lebih tahan terhadap perubahan lingkungan dibandingkan dengan ikan yang sudah
besar. Nilai pH air berkisar 6-8,5. Namun, pertumbuhan optimal terjadi pada pH
7-8.
Ikan Nila (Oreohromis niloticus) dapat hidup pada perairan yang dalam dan luas
maupun tambak yang sempit dan dangkal.
Ikan Nila (Oreohromis niloticus)
juga dapat hidup disungai yang tidak terlalu deras alirannya, di waduk, danau,
rawa, tambak air payau, atau di dalam jaring apung dilaut. Suhu optimal untuk Ikan Nila (Oreohromis
niloticus) antara 25-300C. Oleh karena itu, Nila Merah (Oreohromis niloticus) cocok dipelihara di dataran rendah sampai
agak tinggi (500 m), ( Trewavas, 1980 ).
Kualitas air yang kurang baik
mengakibatkan pertumbuhan ikan menjadi lambat.
Beberapa hal yang dapat menurunkan kualitas lingkungan adalah bahan
pencemaran limbah organik, bahan buangan zat kimia dari pabrik, serta peptisida
dari penyemprotan dari sawah. Kekeruhan
air disebabkan oleh pelumpuran akan memperlambat pertumbuhan ikan, lain halnya
bila kekeruhan air disebabkan oleh adanya plankton. Air yang kayak an plankton dapat berwarna
hijau kekuningan dan hijau kecoklatan karena mengandung diatomae. Plankton ini baik untuk makanan Ikan Nila (Oreochromis niloticus), sedangkan untuk
plankton/alga biru kurang baik untuk pertumbuhan ikan. Tingkat kecerahan air karena plankton harus
di kendalikan. Derajat kecerahan air di
ukur dengan alat yang di sebut piring secchi.
Untuk di tambak dan di tambak, angka kecerahan yang baik antara 20-25
cm. Cara menggunakan piring secchi disc adalah dengan
menenggelamkannya ditambak pada kedalaman air 20-35 cm. Bila angka secchi kurang dari 20 cm berarti planton terlalu
padat. Hal tersbut sangat berbahaya bagi
ikan karena plankton yang pekat itu dapat mati serentak dan membusuk dalam air sehingga
air menjadi bau dan kekurangan oksigen, akibatnya ikan akan mati (Trewavas, 1980).
4.3.3. Metode
Sampling
Jenis pakan yang berkualitas dan memiliki
nilai gizi yang baik serta pemeliharaan yang baik pula dapat mempercepat
pertumbuhan ikan yang di budidayakan. Untuk mengetahui laju pertumbuhan Nila
Merah (Oreochromisn niloticus)
biasanya dilakukan penangkapan 2 minggu sekali ditambak pembesaran dengan
menggunakan seser dengan jumlah sebanyak 20 ekor dengan kepadatan ikan
keseluruhan sebanyak 20.000 ekor dengan ukuran tambak yang memiliki panjang 200
m dan lebar 100 m atau 2 ha. Data
sampling Ikan Nila merah (Oreochromis
niloticus) ditambak pembesaran dapat dilihat pada lampiran 2 .
Sesuai data sampling diminggu pertama pada
awal penebaran pada tambak pembesaran, memiliki panjang dengan ukuran antara
3,3-11,4 cm dan memiliki rata-rata 8,14 cm, kemudian untuk berat tubuh ikan
antara 3,70-32,40 gram dengan rata-rata
13,28 gram. Selanjutnya diminggu ketiga
dari data sampling pada tambak pembesaran, didapatkan hasil pengukuran dengan
panjang antara 7-18,2 cm dan berat antara 3,8- 32,2 gram.
Hal ini menunjukan bahwa pertambahan
panjang ukuran dan penambahan berat
tubuh dari sampling diminggu pertama dan ketiga untuk Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) yang dibudidayakan
di tambak pembesaran tergantung pada teknik pemeliharaan yang dilakukan dimana
erat kaitannya dengan jenis pakan yang memiliki nilai gizi berkualitas serta
pemberian pakan yang sesuai. Apabila hal
tersebut tidak di perhatikan dengan baik, maka akan menghambat pertumbuhan dan
mengakibatkan penurunan mutu ikan pada prospek dipasaran.
(a)
(b)
Gambar
16. Pengukuran Ikan (a) dan Penimbangan
Ikan (b)
Ketersediaan pakan sangat erat kaitannya
dengan proses budidaya perikanan. Pakan
adalah bahan yang berasal dari jasad hewani dan nabati yang dapat dijadikan
sebagai bahan makanan oleh suatu organisme, yang nantinya dapat dimanfaatkan
untuk menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisme yang memakannya. Bahan yang dapat dijadikan sebagai bahan
pakan buatan dapat berasal dari pakan alami dan pakan buatan (Afrianto,
2005).
Untuk mengetahui pertambahan berat badan
ikan yang ada ditambak, dilakukan penangkapan seminggu sekali kurang dari 30%
dari jumlah ikan keseluruhan, dalam kurang lebih 5 sampai 6 bulan dari benih
berukuran 20 gr/ekor akan didapat ikan yang siap dikonsumsi (Anonim,
2011).
Sampling pertumbuhan dilakukan dengan
mengukur panjang total dan bobot tubuh benih ikan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan
timbangan digital dan penggaris.
Sampling di lakukan secara acak dengan mengambil sebanyak 30 ekor ikan
dan hasilnya dicatat di buku jurnal
harian guna untuk mengetahui pertumbuhan dari ikan tersebut (Yuliati dan
Praseno, 1988).
4.3.4. Pengendalian Hama
Teknik pemeliharaan pada pembesaran Nila
Merah (Oreochromis niloticus) harus
dilakukan secara intensif agar tidak mengalami kegagalan dalam kegiatan
budidaya. Hal yang diperhatikan dalam
membudidayakan Nila Merah (Oreochromis
niloticus) yaitu lingkungan budidaya yang meliputi faktor fisika, kimia,
dan biologi yang mendukung serta melakukan pengendalian terhadap ancaman hama
dan penyakit bagi ikan yang dibudidayakan.
Faktor fisika meliputi
kecerahan, kekeruhan, dan salinitas yang terdapat dalam air, kemudian faktor kimia mencakup pH, Alkalinitas, suhu,
dan oksigen terlarut, serta biologi mengenai keadaan air disekitar tambak
budidaya yang harus tetap stabil, karena apabila hal tersebut tidak diperhatikan
akan berdampak buruk dan lambat laun dapat mengakibatkan kematian bagi
ikan. Sementara itu, hal yang terpenting
adalah mengenai hama yang menyerang ikan.
Hama yang merugikan bagi pembudidaya Ikan
Nila Merah (Oreochromis niloticus)
adalah hama kompetitor maupun hama predator.
Hama kompetitor adalah hama penyaing dari segi memperoleh pakan seperti
ikan mujair dan kepiting yang selalu merusak pematang dan juga membuat lubang,
dan untuk hama predator adalah sebagai perusak atau pemangsa seperti belut,
biawak, dan burung pemangsa yang mana sering memakan ikan yang di budidayakan
dalam tambak. Untuk mengatasi hama tersebut dengan
melakukan pengontrolan disekitar tambak untuk melihat apakah terdapat kebocoran
pada pematang atau tidak. Namun, apabila
terdapat kebocoran maka segera dilakukan penempelan lumpur pada pematang
tersebut.
Sementara itu, untuk penyakit yang
menyerang Ikan Nila Merah (Oreochromis
niloticus) seperti bakteri, virus, dan protozoa tidak didapati sama sekali
dalam kegiatan pembudidayaan pada tambak pembesaran di Instalasi Tambak
Percobaan Maranak. Hal ini dapat terjadi
karena parameter kualitas air di tambak
tetap stabil dari pengujian yang dilakukan, pemberian pakan yang sesuai
sehingga tidak menimbulkan racun dan dasar tambak selalu bersih. Selain itu, gerakan Ikan Nila Merah (Orechromis niloticus) yang aktif didalam
tambak menyebabkan bakteri dan protozoa tidak dapat menempel pada tubuh.
Hama adalah mikroorgansime yang ada disekitar
hewan peliharaan dan menganggu kelangsungan hidupnya (Partosuwiryo dan Warseno,
2011). Beberapa hama ikan dan cara pengendaliannya adalah
sebagai berikut:
1. Ular
Ular
menyerang benih dan ikan kecil.
Pengendaliannya adalah menangkap ular dan memagari tambak.
2. Burung
Burung
sering memakan ikan yang berwarna menyala atau mencolok, seperti warna merah
dan kuning. Pengendaliannya adalah tambak
diberi penghalang bambu, rumbai-rumbai, atau tali penghalang.
Hama yang sering menjadi pengganggu dalam
usaha pemeliharaan Nila Merah (Oreochromis
nuloticus) terdiri dua golongan yaitu golongan predator dan
kompetitor. Hama predator memangsa Nila Merah
(Oreochromis niloticus) berukuran
kecil hingga sedang, tetapi ular dapat memangsa benih ukuran gelondongan. Untuk
mengendalikan hama ini dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan tambak, sedangkan
yang termasuk hama kompetitor adalah Nototecta.
Hewan ini yang menyerupai beras hidup dan ikan yang sesekali muncul ke
permukaan air untuk bernafas dan terbang dari tambak satu ke tambak lainnya (Partosuwiryo dan
Warseno, 2011).
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Sesuai hasil
dan pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa :
1. Perbaikan dilakukan bertujuan untuk mencegah
masuknya kotoran dan hama dari luar
tambak.
2. Pembersihan tambak dilakukan agar tidak
mengganggu ikan yang dibudidayakan dan
juga mencegah agar tidak dijadikan sebagai
sarang hama.
3. Pengangkatan lumpur dilakukan untuk
menghilangkan senyawa beracun yang terdapat
dalam tambak.
4. Pengeringan tambak bertujuan untuk
menghilangkan senyawa beracun.
5. Pemberantasan hama dilakukan untuk membasmi
hama kompetitor dan predator yang
merugikan ikan yang hendak dibudidayakan.
6. Pemberian pupuk pada tambak bertujuan untuk
menumbuhkan pakan alami sehingga
dapat dimanfaatkan oleh Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus).
7. Pemasukan air dapat mencapai ketinggian 80 cm
selama 1 hari pada ukuran tambak
2500 m2/petak.
8. Penebaran Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) dilakukan pada
jam 08.00 pagi
dengan padat tebar 2500 ekor pada ukuran
tambak seluas 2500 m2.
9. Pemberian pakan untuk Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) dilakukan pada
pukul
08.00 pagi dan 17.00 sore dengan
presentase pakan 5-8% dari biomassa tubuh.
10. Kualitas air yang baik untuk Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) yaitu dengan
salinitas 0-35 ppt, pH 7-6, Alkalinitas
30-300 mg/l, oksigen terlarut 5,0-8,0 g/ml, dan
suhu 25-30 oC atau 28-32 oC.
11. Metode sampling dilakukan untuk mengetahui
sintasan pertumbuhan Ikan Nila Merah
(Oreochromis
niloticus).
12. Pengendalian hama dilakukan agar tidak
merugikan bagi Ikan Nila Merah
(Oreochromis
niloticus) yang dibudidayakan ditambak.
5.2. Saran
Saran Penulis
kepada para peserta praktek kerja lapang berikutnya, bahwa apabila hendak
melakuan kegiatan praktek
kerja lapang sebaiknya memilih lokasi budidaya yang lebih lengkap fasilitasnya
baik dari segi sarana, prasarana, dan juga komoditas yang di budidayakan
memiliki kualitas yang baik. Sehingga para peserta praktek kerja lapang dapat
memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja yang lebih baik lagi di bandingkan
dengan para peserta sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
2008. Pemasukan
Air Di Tambak
Nila. Seputar Budidaya Ikan. di sitir dari
unsniarie. Blogspot.
Com, di akses pada tanggal 01 Juni
2008.
,
2009. Pengangkatan
Kotoran Tambak Pembesaran Nila Merah. Teknik
Budidaya Ikan Nila
Fishblogs. di sitir dari hobiikan. Blogspot.
Com, di akses
pada pada tanggal 01 Maret
2009.
,
2009. Pemeliharaan Nila Merah Di Air
Payau. Info Agribisnis: Panduan Budidaya
Ikan Nila Merah. di sitir dari www.
Infoagribisnis. Com, di akses
tanggal 14 juli
2009.
,
2009. Pemeliharaan Nila Merah Di Air
Payau. Peluang
Usaha Budidaya Ikan
Nila Merah / Empang
Raddina. di sitir
dari www. Empangraddina. Com/peluang
usaha budidaya ikan nila merah,
di akses tanggal 20 november 2009.
, 2010. Pembersihan Pematang Di Tambak Nila. Teknik
Budidaya Blog posts-
Blog Top Sites. di sitir dari
www. Blogpot. Com > Directory, di akses pada
tanggal 24 Januari 2010.
, 2011. Ciri Benih Ikan Nila Yang Baik. Budidaya Pembibitan Ikan Nila. di sitir dari
agromaret.
Com/artikel/342/budidaya-pembibitan-ikan-nila.
, 2011. Pengeringan Tambak Pembesaran Nila
Merah. Budidaya
Nila Merah.
di sitir dari Boardreader.
Com/thread/ Budidaya-Ikan, di akses pada
tanggal
11
Februari 2011.
,
2011. Perbaikan Pematang Tambak
Pembesaran Nila Merah. Pembesaran
Nila Merah. di sitir dari eptani. deptan. go. id , di akses pada tanggal 11 Mei
2011.
,
2012. Perbaikan Pematang Tambak. Paper Sop Budidaya Udang Di
Tambak.
di sitir dari deby09.
Student. ipb. ac.
id. di akses tanggal 4 Januari
2012.
Afrianto,E.
2005. Pakan Ikan dan Perkembangannya. Kanisius. Yogyakarta.
Badan Penelitian dan
Pengembangan Kelautan dan Perikanan, 2010.
Budidaya
Ikan Nila Merah Di Tambak. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau. Maros
Sulawesi Selatan.
Andrianto,
T.T, 2005. Pedoman Praktis Budidaya Ikan
Nila. Absolut. Yogyakarta.
Boyd,
C. E, 1987. Water Quality Manajement In
Pond Fish Culture. Internasional Center
For
Aquaqulture Aubum University.
Cholik,
1986. Pengelolaan Kualitas Air Tambak
Ikan. UNFISH Dan
IDRC, Jakarta.
Effendi,
H. 2003.
Telaah Kualitas Bagi Penglolaan Sumber Daya Dan Lingkungan
Perairan. Kanisius.
Yogyakarta.
Gufran, M
Dan Baso Andi, 2005. Pengelolaan
Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan.
Rineka Cipta. Jakarta.
Imanto dan Anggawati, 1992. Kualitas Air Pada Ikan. Kanisius.
Yogyakarta.
Khairuman dan Amri,
2002. Budidaya Ikan di Sawah. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Partosuwiryo,S dan Warseno,Y.
2011. Kiat Sukses Budidaya Ikan
Nila. PT Citra Aji
Parama.
Yogyakarta.
Pantjara, B., Rachmansyah,
Markus, M, dan Tonnek, S. 2011. Petunjuk Teknis
Buddaya Multitropik
Terintegrasi. Balai Penelitian Dan Pengembangan
Budidaya
Air Payau. Maros, Sulawesi Selatan.
Rukmana R,1997. Ikan Nila.
Budidaya dan Prospek Agribisnis. Kanisius.
Yogyakarta.
Sutrisyani
dan Rohani,S. 2009. Analisis Kualitas
Air Payau. Pusat Riset Perikanan
Budidaya. Jakarta Selatan.
Trewavas,
1980. Klasifikasi Ikan Nila. Departement Of Comerce. Amerika Serikat.
Yuliati
dan Praseno, 1988. Nilai Alkalinitas
Perairan. Gramedia. Jakarta.
Zonneveld,
N., E,A. Huisman Dan J. H. Boon, 1991.
Prinsip-Prinsip Budiaya Ikan.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Cari Situs Judi Online Yang Memiliki Banyak Bonus Menarik?
BalasHapusTunggu Apalagi ? Gabung Sekarang!
Promo Bonus Member Baru WMBOLA Hingga 1JT
Hubungi Customer Service Kami di :
BBM : WMBOLA
LINE : WMBOLA
WHATSAPP : +85567720924
Ikuti Juga Akun Official Kami di :
Twitter: @wmbola
Facebook : @WMBOLA.CLUB / https://www.facebook.com/wmbola.club/
Situs Togel Teraman
Situs Slot Terbesar
Situs Slot Online
Situs Taruhan Bola
Situs Poker Terbesar
Situs Bandar Poker
Situs Taruhan Casino
Situs Taruhan Poker
Situs Taruhan Togel
Situs Agen Casino