Rabu, 17 Februari 2016

PEMBESARAN IKAN NILA DI TAMBAK



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang
     Indonesia memiliki sumberdaya perikanan yang amat kaya dan potensial, baik diwilayah perairan tawar (darat), pantai maupun perairan laut. Potensi sumber daya perikanan meliputi keanekaragaman jenis ikan dan lahan perikanan.
Di Indonesia terdapat dua jenis ikan nila yang sudah dibudidayakan oleh para petani ikan di berbagai daerah yaitu ikan nila biasa (Oreochromis sp) dan nila merah (Oreochromis niloticus) . Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) pertama ditemukan di perairan Afrika dan Palestina. Di Benua Amerika banyak ditemukan di daerah Amerika Tengah dan Selatan, sedangkan di Asia berkembang pesat di India Selatan dan Srilanka, tapi sekarang telah menyebar hampir di seluruh dunia. Ikan Nila merah (Oreochromis niloticus) juga dikenal dengan nama Ikan Nirah.
     Ikan ini pertama kali didatangkan ke Indonesia pada awal tahun 1981 oleh BPPAT (Balai Penelitian Perikanan Air Tawar).  Perkembangan dan penyebaran ikan nila merah (Oreochromis niloticus) yang amat pesat disebabkan oleh beberapa faktor yang bersifat yang menguntungkan yaitu dengan sifat pertumbuhan relatif cepat, toleransi terhadap lingkungan perairan cukup tinggi, dapat hidup diperairan tawar, payau ataupun perairan laut. Ukuran badan ikan nila merah relatif besar, dagingnya berwarna putih, rasanya enak, dan tidak berduri.  Ikan ini juga mudah dikembangbiakkan dan daya kelangsungan hidupnya tinggi dan rakus terhadap makanan sisa atau (limbah) pemeliharaannya mudah (Rukmana, 1997).
     Kebutuhan benih seiring dengan kebutuhan Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) konsumsi, semakin besar kebutuhan konsumsi maka kebutuhan akan bibit nila semakin meningkat dengan demikian peluang usaha terbuka dalam hal pembibitan juga relatif rmudah, karena Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) dapat berkembang secara alami dengan sangat mudah.  Hal yang di perlukan adalah lahan yang cukup luas.  Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) akan berkembang dengan sangat cepat pada areal sawah yang dangkal dan cukup luas dengan suhu air yang hangat.  Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) memiliki kemampuan menyesuaikan diri yang baik dengan lingkungan sekitarnya, Sehingga Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) biasa dipelihara didataran rendah yang berair payau maupun dataran yang tinggi dengan suhu yang rendah.  Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) mampu hidup pada suhu 14-38 0C dan dengan suhu terbaik adalah 25-300C.  Meski Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) biasa hidup pada kadar garam sampai 35% namun sudah tidak tumbuh dengan baik (Anonim, 2009).     
     Selain itu, Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) hanya bisa dipijahkan dalam media berair tawar.  Namun begitu, jika hendak memelihara Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) ini dalam tambak yang berair payau.  Peternak dapat melakukannya dengan cara melakukan benih yang berasal dari air tawar.  Benih yang akan ditebar harus sudah mempunyai bobot tubuh sebesar 20-30 gram per ekor dengan lingkungan tambak yang lainnya mempunyai kadar garam terlarut dalam air (salinitas) sebesar 20-29 ppt selama kurang lebih 3 minggu lamanya.  Presentase penambahan kadar garam terlarut dalam air juga harus memperhatikan tingkat kesehatan ikan.  Pada akhirnya, jika nila kadar garam terlarut dalam air sudah sesuai dengan syarat hidup Ikan Nila Merah, maka proses pengadaptasian dapat di hentikan (Anonim, 2009).
  
1.2.  Tujuan
     Tujuan dari praktek kerja lapang di Instalasi Tambak Percobaan Maranak Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan adalah untuk mengetahui teknik pembesaran Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) di tambak.

1.3.   Manfaat
     Manfaat dari praktek kerja lapang di Instalasi Tambak Percobaan Maranak Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan adalah untuk menambah pengetahuan dan melatih keterampilan kerja dilapangan serta dapat membandingkan antara pernyataan teori dengan kenyataan dilapangan, sehingga dapat direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.      


BAB II
METODOLOGI PRAKTEK KERJA LAPANG
2.1.  Waktu dan Tempat
     Pelaksanaan praktek kerja lapang dimulai tanggal 01 Maret 2012 sampai 27 April 2012 dan bertempat di Instalasi Tambak Percobaan Maranak Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
2.2.  Alat dan Bahan
     Alat dan bahan yang digunakan pada praktek Kerja Lapang di Instalasi Tambak Percobaan Maranak Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Kabupaten Maros,  Sulawesi Selatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.  Alat Yang Digunakan Pada Praktek Kerja Lapang
NO
ALAT
KEGUNAAN
1
Timbangan elektrik
sebagai penimbang berat
2
Refraktometer
sebagai alat untuk mengukur salinitas
3
Gelas ukur 10 ml
sebagai alat untuk mengukur volume pH air
4
Gelas ukur 25 ml
sebagai alat untuk mengukur volume sample air
5
Bufer
sebaga alat untuk menentukan volume titran alkalinitas
6
Gelas Erlenmeyer
sebagai wadah untuk sample air
7
Pipet tetes
sebagai alat untuk meneteskan larutan
8
Fibrosa
sebagai alat untuk wadah air tawar dan sterilisasi alat
9
DO meter
Sebagai alat pengukur oksigen terlarut dan suhu
10
Ember
Sebagai alat tambahan Penyimpan ampas tahu
11
Bak fiber
Sebagai wadah penyimpan ampas tahu
12
Jaring
Sebagai alat tangkap untuk sampling ikan
13
Botol sampel
Sebagai alat penyimpan sampel air
14
Saringan plankton
Sebagai Penyaring sampel plankton
10
Gelas piala
sebagai alat untuk wadah larutan H2SO4

Tabel 2.  Bahan Yang Digunakan Pada Praktek Kerja Lapang
NO
BAHAN
KEGUNAAN
1
Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus)
sebagai komoditas budidaya
2
Pelet / pakan komersial
sebagai pakan utama
3
Ragi dan molase
sebagai bahan tambahan fermentasi
4
Ampas tahu
sebagai pakan tambahan
5
Pupuk urea dan TSP
Sebagai penambah unsure hara tambak
6
Saponin
Sebagai pemberantasan hama
5
Larutan pp indikator
sebagai larutan untuk menentukan asam dan basa
7
MR dan BCG
sebagai larutan untuk menentukan asam dan basa
8
PH solution
sebagai larutan untuk menentukan pH
9
Tissu
sebagai pembersih dan pengering
10
Kertas pH
Pengukur pH
11
Air tawar
sebagai penetral

2.3.   Metode Pengumpulan Data
    Metode yang digunakan dalam pengumpulan data selama kegiatan praktek kerja lapang di Instalasi Tambak Percobaan Maranak Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan  adalah sebagai berikut :
2.3.1.  Metode Observasi
     Metode observasi adalah metode yang dilakukan oleh Praktikan (Mahasiswa) untuk melihat secara langsung terkait dengan keadaan umum lokasi Balai dan kegiatan budidaya yang sementara berlangsung.
2.3.2.  Metode Wawancara
    Metode wawancara adalah metode yang dilakukan oleh Praktikan (Mahasiswa) dengan menanyakan secara langsung kepada Pembimbing lapangan, Peneliti, Teknisi, Analis dan Penggarap terkait dengan kegiatan budidaya yang dilakukan.

2.3.3.  Metode Partisipasi Aktif
    Metode partisipasi aktif adalah metode yang dilakukan oleh Praktikan (Mahasiswa) dengan melakukan kegiatan secara langsung dilapangan bersama dengan Pembimbing lapangan, Teknisi, dan Penggarap dilokasi budidaya.
2.3.4.  Metode Kepustakaan
    Metode kepustakaan adalah metode yang dilakukan oleh Praktikan (Mahasiswa) yang mana berbagai sumber informasi atau referensi yang diperoleh dari buku-buku pustaka dan juga dari situs internet.  

































BAB  III
KEADAAN UMUM LOKASI     
3.1.  Sejarah Singkat Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP)
     Balai penelitian dan pengembangan budidaya air payau (BPPBAP) didirikan dengan maksud mendapaatkan teknologi yang diperlukan dalam meningkatkan produktivitas pesisir terutama komoditas yang memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi, mengingat Indonesia adalah negara kepulauan di wilayah tropis yang memiliki daerah pesisir yang luas dan berpotensi dalam pengembangan usaha perikanan.
     BPPBAP yang berlokasi di kabupaten Maros (±30 km dari arah utara kota Makassar, Sulawesi Selatan) yang telah beberapa kali berganti nama, yaitu:
1.       Pada tahun 1969, berdasarkan SK MENTERI No. 536/kpts/um/12/1969 diberi nama Tjabang Penelitian Perikanan Darat di Makassar.
2.       Pada tahun 1980, berdasarkan SK MENTERI No.536/kpts/um/12/1980 diberi nama Sub Balai Penelitian Perikanan Darat di Bogor.
3.       Pada tahun 1984 menjadi Balai Penelitian Budidaya Pantai (BALITDITA) dengan 3 sub Balai meliputi Gondol; Bojanegara; Tanjungpinang.
4.       Pada tahun  1990 berubah lagi menjadi Balai Penelititan Perikanan Budidaya Pantai (BALITKANDITA) dengan 3 sub Balai Gondol; Bojanegara; Tanjungpinang.
5.       Pada tahun 1995 Balai Penelitian Perikanan Pantai (BALITKANTA) juga dengan 3 sub yaitu:
-          Sub BALITKANTA Gondol (Loka Penelitian Perikanan Budidaya Laut),
-          Sub BALITKANTA Bojanegara BPTP Kayu Ambon Lembang, dan
-          Sub BALITKANTA Tanjungpinang BPTP Padangmarpoyan Pekanbaru.
6.  Selanjutnya dari tahun 2002 sampai tahun 2011 menjadi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau (BRPBAP).
7.  Sekarang BRPBAP berubah menjadi BPPBAP sejak bulan Nopember  2011 sampai saat ini.
Gambar 1.   Kantor lnstalasi Tambak Percobaan Maranak
3.2.  Letak Geografis
    Balai penelitian dan pengembangan budidaya air payau bertempat di jln.makmur Dg.sitakka Kelurahan Boribellaya Kecamatan Turikale Kabupaten Maros dan terletak pada 11903521’BT dan 05006’ 15’
3.3.  Keadaan Sumber Daya
     Sumber daya yang terlibat dalam balai penelitian dan pengembangan budidaya air payau secara total berjumlah 138 berstatus sebagai pegai negeri sipil (PNS), dan adapun pengelompokkan dari sumber daya manusia yang ada di Balitbang BAP antara lain :
a.  63 orang bertugas sebagai peneliti
b.  2 orang sebagai pustakawan
c.  36 sebagai teknisi litkayasa
d.  37 sebagai tenaga penunjang (administrasi)




3.4.  Keadaan Sarana dan Prasarana
     Sarana dan Prasarana terdiri dari beberapa laboratorium antara lain :
a.       Laboratorium Tanah
Laboratorium ini merupakan laboratorium yang yang dapat menganalisis peubah-peubah kwalitas tanah dan sedimen,dinama contoh atau sampel yang di ambil dilapanagan dapat dianalisis untik mendapat data-data yang diperlukan untuk mengetahui kwalitas tanah dan sedimen untuk budidaya dan sumber daya perikanan pesisir.
 b .  Laboratorium Biologi
Labolatorium ini dagunakan untuk menganalisa yang berhubungan dengan Biologi seperti plankton dan makro/mikro bentos.
c.       Laboratorium Nutrisi
Labolatorium ini berfungsi sebagai tempat menganalisa kadar abu, kadar air, protein, lemak, dan serat kasar dari suatu bahan yang akan digunakan seperti dalm pembuatan pakan dan menentukan formulasi pakan.
d.       Laboratoriun Bioteknologi
Labolatorium ini merupakan yang menganalisis hal-hal yang berhubungan dengan  bioteknologi.
e.       Labolatorium Patologi
Labolatorium ini berfungsi untuk menganalisa atau mengindentifikasi yang berhungan dengan penyakit ikan yang dibudidayakan.
f.        Laboratorium Kualitas Air
Labolatorium ini berfungsi untuk menganalisa kwalitas air seperti  kandungan amoniak,nitrat,nitrit,pH,sanilitas dan lain-lain yang berhubungandengan kualitas air.
g.       Labolatorium Pemetaan
Labolatorium ini berfungsi untuk menentukan potensi lahan, menetukan luas tambak yang di sesuaikan dengan lahan, serta daya dukung lahan yang digunakan untuk budidaya.


3.5.  Sarana dan Prasarana Pendukung Lainnya:
1.       Perpustakaan
2.       Aula dan ruang rapat
3.       Bengkel
4.       Garasi
5.       Musholah
6.       Rumah dinas
7.       Mess
8.       Kantin

3.6.  Organisme Yang Dibudidayakan:
a.  Udang Windu (Penaeus monodon)
b.  Udang Vanamei (Penaeus vannamei)
c.  Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii)
d.  Rumput Laut ( Gracillaria sp)
e.  Ikan Nila (Penaeus monodon)
f.  Ikan Bandeng (Chanos-chanos)
g. Kepiting Bakau (Scylla serrata)

3.7.  Bahan – Bahan Yang Diolah Untuk Pembuatan Pakan Antara Lain :
a.      Bungkil Kopra
b.      Dedak
c.      Ikan rucah
d.      Udang rebon
e.      Tepung tapioka
f.       Jerami
g.      Kekerangan
h.      Ampas tahu


3.8.  Struktur Organisasi BPPBAP
Gambar 2.  Struktur Organisasi Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan




BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
     Teknik pembesaran Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) di Instalasi Tambak Percobaan Marana Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan ada beberapa tahapan yang harus diperhatikan diantaranya sebagai berikut:
4.1.  Persiapan Tambak Pembesaran
     Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam persiapan tambak pembesaran Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) diantaranya sebagai berikut:
4.1.1.  Perbaikan Pematang
     Sebelum ikan ditebar ke tambak pembesaran, pertama-tama hal yang dilakukan adalah memperbaiki pematang yang rusak yang di akibatkan oleh hama perusak seperti kepiting dan belut yang membuat lubang pada bagian pematang sehingga air dengan mudah dapat masuk ke dalam tambak dan membawa banyak kotoran dari luar tambak tersebut, mengakibatkan kualitas air menjadi tidak stabil.  Selain itu juga, dengan adanya lubang pada pematang dapat menyebabkan masuknya hama kompetitor maupun predator yang dapat merugikan ikan yang di budidayakan, untuk mengatasi hal tersebut sehingga dilakukan pengangkatan  lumpur dari tambak dan ditempelkan ke pematang yang terdapat lubang agar hama tersebut tidak dapat masuk.
Gambar 3.  Perbaikan Pematang
     Perbaikan pematang dilakukan jika pematang mengalami kebocoran.  Pematang dalam tambak budidaya ikan biasanya ada yang menggunakan semen dan tambak tanah. Tambak semen atau beton perbaikannya dengan mengontrol disaat pengeringan lalu tambak dapat diperbaiki atau di tutup kembali dengan menggunakan semen.  Jika tambak terbuat dari tanah, maka pengontrolan dititik beratkan kepada arus pusaran air yang terjadi didalam tambak, setelah itu maka tambak dapat diperbaiki dengan menutup tanggul dengan karung yang berisi pasir, lalu di timbun menggunakan lumpur (Anonim, 2012).
4.1.2.  Pembersihan Tambak
     Setelah kegiatan perbaikan pematang kemudian dilanjutkan dengan pembersihan dasar tambak pembesaran yang banyak terdapat kotoran yang masuk dari luar tambak mengikuti air akibat dari pematang yang berlubang.  Kotoran yang ada didalam tambak  diangkat, lalu di simpan sementara diatas pematang dan kemudian dibuang ke luar tambak.  Sementara itu, untuk rumput yang terdapat pada bagian pematang, dibersihkan dengan menggunakan alat pemotong rumput atau parang.  Setelah itu, rumput diangkat dan di buang jauh dari pematang.     
Gambar 4.  Pembersihan Tambak

     Kegiatan membersihkan pematang tambak tanah dilakukan ketika tambak akan dipakai untuk membudidayakan ikan. Membersihkan pematang tambak yaitu membersihkan rumput-rumput yang tumbuh dipinggir pematang tambak, rumput ini perlu dibersihkan dan dibuang agar tidak mengganggu ikan yang akan di budidayakan terutama bagi ikan yang masih kecil, karena apabila rumput tersebut dibiarkan tumbuh maka kemungkinan besar akan dijadikan sarang hama dan predator seperti ular dan lainnya.  Membersihkan pematang tambak dapat menggunakan cangkul.  Membersihkan tambak dengan ukuran 20 x 15 m2 dapat diselesaikan sehari.  Teknik pecangkulan dilakukan secara teratur dan pembersihan pematang berfungsi memperbaiki jika ada pematang yang rusak ataupun roboh akibat erosi (Anonim, 2010).

4.1.3.  Pengangkatan Lumpur
     Pengangkatan lumpur pada tambak pembesaran Nila Merah (Oreochromis niloticus) dilakukan setelah perbaikan dan pembersihan tambak.  Pengangkatan lumpur dari tambak dilakukan secara manual dengan menggunakan alat pengangkat lumpur.  Caranya adalah lumpur dalam tambak digerus dengan alat pengangkat lumpur dan kemudian diangkat keatas pematang. 

Gambar 5.  Pengangkatan Lumpur Serta Kotoran Dari Tambak

     Pengangkatan lumpur setelah budidaya dilakukan agar kondisi tambak lebih sehat.  Pada pematang yang ada rembesan perlu dilakukan keduk teplok dan penampatan tanah pada lubang bocoran.  Limbah budidaya berupa lumpur organik dari sisa pakan, kotoran ikan, dan ikan yang mati harus dikeluarkan dari dasar tambak, karena bahan tersebut bersifat racun yang dapat membahayakan kehidupan ikan.  Pengeluaran lumpur dilakukan dengan cara mekanis menggunakan cangkul atau penyedotan pompa air.  Pengolahan dapat dilakukan dengan menggunakan traktor tangan atau cangkul pada kedalaman tanah 10-30 cm (Pantjara, et al.  2011).

4.1.4.  Pengeringan Tambak
    Setelah tambak dilakukan perbaikan dan pembersihan, hal yang dilakukan selanjutnya adalah pengeringan tambak. Pengeringan dilakukan dengan cara membuka pipa pengeluaran sehingga air keluar melalui saluran pembuangan yang terdapat didalam tambak dan untuk mempercepat keluarnya air dari tambak dapat dibantu dengan menggunakan mesin pompa. Pengeringan tambak membutuhkan waktu sekitar 5 hari dengan ukuran tambak 2500 m2/petak apabila matahari bersinar normal, kemudian air yang berada ditambak tersebut telah habis.
Gambar 6.  Pengeringan Tambak
     Pengeringan dasar tambak dapat dipercepat jika sinar matahari bersinar normal biasanya dalam tempo 3 sampai 5 hari dan dapat memakan waktu sekitar 7 hari  apabila matahari tidak bersinar normal.  Pengeringan mutlak dilakukan karena berfungsi untuk  menghilangkan senyawa beracun serta membasmi hama dan bibit penyakit (Anonim, 2011).  Pengeringan dasar tambak dapat mengurangi sumber penyakit dan pembalikan dasar tambak dapat menambah oksigen yang terikat dalam tanah dan melepaskan gas-gas beracun yang terikat dalam tanah karena proses peruraian                              (Partosuwiryo dan Warseno, 2011).

4.1.5.  Pemberantasan Hama
     Setelah air telah habis dikeringkan, kemudian dilanjutkan dengan pemberantasan hama menggunakan saponin untuk membasmi hama baik kompetitor maupun predator yang terdapat didalam tambak.  Pemberian saponin tidak langsung di berikan begitu saja ke tambak pembesaran, namun harus melihat cuaca yang mendukung atau tidak terjadi hujan.  Dampak yang terjadi apabila ditebar pada waktu hujan adalah tidak secara optimal membasmi hama yang terdapat dalam tambak.  Saponin sebelum ditebar ke tambak harus dilakukan pengisian air setinggi 10 cm, kemudian saponin tersebut direndam terlebih dahulu diair selama 1 jam.  Setelah itu, saponin dapat diberikan dengan cara ditebar secara menyeluruh ke tambak dan dosis yang diberikan sebanyak 18,75 kg/ petak, dengan ukuran tambak seluas 2500 m2 dan namun apabila hujan sering terjadi terus-menerus maka pemberian saponin dapat diperbanyak sesuai dengan kondisi tambak dengan ketinggian airnya adalah 10 cm. Saponin yang ditebar dibiarkan selama 2 hari diperkirakan sampai  hama yang terdapat dalam tambak tersebut  mati dan habis.
Gambar 6.  Bahan Pemberantasan Hama (Saponin)
     Pemberantasan hama terutama trisipan, kepiting, udang, dan ikan liar yang paliang efektif adalah pengeringan tambak secara sempurna.  Pemberantasan hama ikan dapat dilakukan dengan menggunakan saponin, dimana kemampuannya sangat dipengaruhi oleh kondisi suhu dan salinitas air tambak.  Pada salinitas 30 ppt, saponin diaplikasikan dengan dosis 10-15 ppm atau 30-75 kg/ha tergantung kelimpahan hama tambak                ( Pantjara, et al.  2011).
     Ikan-ikan liar dan hewan lainnya yang ada dalam tambak dapat menganggu pertumbuhan Ikan Nila Merah (Oreochroms niloticus) dan mengurangi sintasan, karena merupakan predator dan kompetitor yang perlu di berantas.  Untuk membasmi hewan liar tersebut dapat digunakan saponin dengan dosis 20 ppm.  Saponin terlebih dahulu direndam dalam air selama 12 jam.  Selanjutnya ditebar secara merata dalam tambak pada ketinggian air tambak 10 cm.  Bahan saponin hilang setelah 2 hari penebaran (BPPKP, 2010). 
4.1.6.  Pemberian Pupuk
     Setelah pemberian saponin yang dibiarkan selama 2 hari kemudian dilanjutkan dengan pemberian pupuk urea dan TSP.  Pemberian pupuk dilakukan dengan cara memasukan air sampai ketinggian 10 cm dari kedalaman tambak agar penetrasi cahaya dapat tembus ke dasar tambak sehingga mempercepat tumbuhnya pakan alami.  Pupuk urea dan TSP merupakan pupuk yang digunakan untuk menambah unsur hara pada dasar tanah tambak pembesaran Nila Merah ( Oreochromis niloticus ).  Dosis yang diberikan pada pupuk urea ditambak pembesaran adalah 37,5 kg pada ukuran tambak dengan panjang 100 m, lebar 25 m, dan tinggi 1 m, sedangkan untuk pupuk TSP diberikan dengan dosis 25 kg pada ukuran tambak yang sama.  Selain itu, dapat juga diberikan pupuk kandang dengan dosis 100 kg pada ukuran tambak yang sama dengan salinitas minimal 9 ppt dan juga untuk menambah unsur hara tanah didalam tambak tersebut.  Namun pupuk kandang tidak langsung di tebar ke dalam tambak, tetapi harus dilakukan perendaman terlebih dahulu  selama 7 hari agar tidak terapung ketika ditebar.  Pemberian ketiga pupuk ini bertujuan untuk menyuburkan tanah yang terdapat ditambak dan hanya membutuhkan waktu sekitar 1 hari, pakan alami berupa fitoplankton maupun zooplankton dapat tersedia didalam tambak pembesaran sehingga dapat dimanfaatkan oleh ikan yang hendak dibudidayakan. Namun, waktu  ideal untuk fitoplankton dan zooplankton dapat tersedia secara optimal adalah sekitar 7 hari, dan kemudian ditambahkan air setinggi 40 cm di tambak.  Selain itu,  dapat pula di berikan pupuk susulan jenis NPK apabila ikan yang di tebar ke tambak pembesaran sudah sekitar 2 minggu, dengan dosis 2 kg/2 minggu dengan ukuran tambak 2500 m2/petak.     
(a)                       (b)
Gambar 8.  Pemberian Pupuk Urea (a) dan Pupuk TSP (b)
    Pemupukan bertujuan untuk merangsang pertumbuhan makanan alami seperti klekap.  Pupuk yang digunakan adalah pupuk organik sebanyak 1 ton/ha, ditebar pada saat dasar tambak masih kering.  Pupuk anorganik dengan dosis urea 100 kg/ha dan TSP 75 kg/ha, ditebar pada saat didasar tambak masih macak-macak atau lembab.  Selanjutnya air tambak ditinggikan menjadi 10 cm di atas pelataran.  Setelah satu minggu setelah klekap mulai tumbuh di dasar tambak, air ditambah lagi sampai kedalaman 30-40 (BPPKP, 2010).
4.1.7.  Pemasukan Air
     Air merupakan sumber kehidupan atau habitat bagi organisme air untuk hidup, mencari makan, dan berkembang biak.  Cara pemasukannya adalah air dialiri pada tambak penampungan dan kemudian disalurkan kembali pada tiap-tiap tambak pemeliharaan melalui pipa pemasukan yang bantu dengan pompa dan dikelilingi hapa agar tidak membawa kotoran dari luar tambak.  Pemasukan air ditambak membutuhkan waktu sekitar satu hari sampai mencapai kedalaman 80 cm pada ukuran tambak 2500 m2/petak ketika menjelang penebaran.  Jenis air dalam kegiatan ini adalah memanfaatkan air payau dengan salinitas sekitar 9 ppt dari hasil pengujian yang dilakukan dengan refraktometer.
(a)                     (b)
Gambar 9.  Pipa Pemasukan (a) dan Pemasukan Air (b)
     Memiliki sumber air laut dan air tawar yang baik dan tidak tercemar.  Memenuhi persyaratan kualitas air yang baik antara lain: oksigen terlarut 5,0-8,0 ppm, pH 6,5-8,0, suhu 25,0-30,0 0C, dan salinitas 0,0-35,0 ppt.  Selanjutnya menjelang penebaran dilakukan penambahan air sampai ketinggian 60-80 cm (BPPKP, 2010).
     Tambak Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) dapat di buat dari tanah atau tambak tanah. Ukurannya jangan terlalu luas, sebab sangat menyulitkan dalam pengelolaannya, baik pada saat pengeringan maupun pada saat penangkapan.  Ukuran tambak Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) yang paling luas adalah 100 m2, seperti tambak untuk ikan lain, tambak ikan Nila Merah di lengkapi dengan lubang pemasukan dan pengeluaran air.  Tujuannya agar memudahkan dalam pengisian air, sehingga kualitas air tetap baik, selain itu juga memudahkan dalam pengeringan.  Tambak juga bias dan beton.  Hanya pembuatan tambak membutuhkan biaya yang cukup besar, karena beton biasanya digunakan untuk pembenihan secara intensif.  Selain itu juga pemeliharaan dapat dilakukan dengan keramba jarring apung dapat dipasang diwaduk dan rawa-rawa, tambak besar atau genangan air lainnya (Anonim, 2008). 


4.2.  Penebaran
     Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) yang hendak ditebar ke tambak pembesaran diambil dari hasil panen ditambak pendederan. Cara pemanenannya yaitu dengan melakukan penangkapan dengan menggunakan waring yang ukurannya cukup besar.  Setelah ikan telah terjebak ke dalam waring, kemudian diambil menggunakan seser dan dimasukkan ke kantung plastik yang terisi air 8 liter.  Setelah itu, dilakukan pengangkutan dan ketika hendak ditebar, mulut kantung pastik dibuka secara perlahan-lahan dan kemudian ikan dilepaskan ke tambak.  Ikan ditebar ke tambak pada waktu pagi hari sekitar pukul 08.00.  Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) yang di tebar telah berumur 5 minggu memiliki panjang awal antara 5,5-11,4 cm dengan rata-rata 8,14 cm, dan kemudian berat awal antara 3,70-32,40 dengan rata-rata 13,28 gram sesuai hasil sampling.  Ikan yang ditebar belum langsung diberikan pakan buatan berupa pelet dan ampas tahu selama 2 minggu, karena masih mengandalkan pakan alami yang tersedia ditambak dari hasil pupuk urea, TSP, dan pupuk kandang.  Setelah itu, ikan yang ada ditambak diberi pakan buatan berupa pelet dan ampas tahu dan padat tebar Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) pada ukuran tambak dengan panjang 100 m, lebar 25 m, dan tinggi 1 m adalah sebanyak 2500 ekor/petak.
    Pemanenan benih harus dilakukan pada saat suhu air tambak dan udara relative sejuk, terutama pagi hari.  Hal ini untuk menekan angka kematian ikan saat panen.  Hasil penderan larva dapat dipanen setelah benih berukuran 2-5 cm/ekor.  Agar benih tidak stress, penurunan air tambak dilakukan secara bertahap agar saat pagi hari benih sudah dapat ditangkap.  Kemalir sudah dibersihkan dari lumpur.  Air pemasukan dialirkan sesuai kebutuhan agar saat penangkapan benih tidak stress.  Setelah benih berkumpul dikemalir, pemanenan dapat dimulai dari dekat saluran pembuangan terus bergerak maju ke arah saluran pemasukan.  Benih yang ditangkap ditampung sementara dalam wadah yang ukuran dan debitnya air cukup, serta jaraknya begitu jauh.  Setelah semua tertangkap, benih dipisahkan berdasar ukurannya menggunakan ember yang di lubangi.  Seleksi dilakukan agar pada benih berikutnya tumbuh lebih seragam (Partosuwiryo dan Warseno, 2011).
    Penanganan benih merupakan bagian yang penting dalam kegiatan pengangkutan.  Pengangkutan benih dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara terbuka dan tertutup.  Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengangkutan benih, yaitu sebagai berikut.
1.       Jumlah benih yang diangkut tergantung pada ukuran benih dan waktu yang dibutuhkan dalam perjalanan.
2.       Benih hendaknya di berokkan (tidak di beri pakan) dahulu selama satu hari. 
     Menurut Partosuwiryo dan Warseno (2011), tahapan yang perlu dilakukan dalam pengangkutan benih secara tertutup yaitu:
1.       Siapkan kantong plastik tebal 0,3-0,5 mm, lebar 65-75 cm, dan panjang 90 cm, rangkap dua yang telah terisi 5-6 L air bersih.
2.       Masukkan 500-2.000 ekor benih ikan dengan ukuran 5-8 cm ke kantong plastik.
3.       Udara dalam kantong plastik dikeluarkan, kemudian masukkan oksigen ke dalam kantong plastik sebanyak 15-20 L atau perbandingan air dengan oksigen 0,25:0,75.
4.       Mengikat kantong plastik erat-erat dan ikan siap diangkut.  
    Benih Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) diperoleh dari hasil pembenihan dalam jumlah yang besar.  Pengangakutan benih Benih Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) dilakukan dengan sistem tertutup, terutama waktu pengangkutan yang membutuhkan waktu lebih dari 4 jam.  Pengangkutan dilakukan dengan menggunakan kantong plastik volume 8 liter di beri buffer Na2 (HPO)4.1H2O sebanyak 9 gram.  Perbandingan oksigen dan air dalam kantong plastik adalah 1:1 untuk ukuran benih Nila Merah (Oreochromis niloticus) 10-15 g/ekor dapat diisi sebanyak 50 ekor benih perkantong ukuran 8 L dengan lama pengangkutan 4-10 jam, dengan sintasan mencapai 100% (Partosuwiryo dan Warseno, 2011).
    Penebaran benih Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) ukuran berat 15 g/ekor dilakukan pada saat suhu udara rendah misalnya dipagi atau sore hari dengan padat penebaran 15 ekor/m2.  Benih yang masih ada dalam kantong plastik diapungkan dipermukaan tambak beberapa saat suhu udara dalam dalam kantong yang sama dengan suhu air tambak.  Selanjutnya kantong dibuka dan dimiringkan ke permukaan air tambak dan benih keluar dari kantong secara perlahan-lahan sampai tuntas (BPPKP,2010).    
    Padat penebaran Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) ditempat tambak pemeliharaan ikan harus sesuai dengan tempat yang digunakan ( Rukmana, 1997 ).

Gambar 10.  Penebaran Ikan Ditambak Pembesaran

     Setelah tambak telah ditumbuhi makanan alami sekitar 2 minggu, induk di masukkan ke dalamnya pada saat udara sejuk pagi atau sore hari, dengan padat penebaran antara 2 ekor/m2 sampai 5 ekor/m2.  Tambak berukuran 100 m2 biasa ditebar induk Nila Merah (Oreochromis niloticus) sebanyak 200-500 ekor.  Jika luas tambak hanya 50 m2 maka padat tebar menjadi setengahnya yaitu 100-250 ekor.  Jika pemeliharaan dilakukan dengan baik, dalam jangka waktu 5-6 minggu benih-benih Nila Merah (Oreochromis niloticus) diharapkan mencapai 20 gr/ekor, dan dapat dipindahkan ke tambak pembesaran.  Biasanya sampai hari ke tiga benih tidak perlu diberi makan, karena pakan alami masih tersedia hasil dari pemupukan (Anonim, 2011).
     Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil terbaik padat tebar Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) dalam tambak yang menjadi dasar acuan sebanyak 10 ekor/m2 dengan ukuran benih awal 10-12 cm dan rata-rata berat 20-30 gr/ekor, dimana pada padat tebar tersebut persentase pertumbuhan harian Nila Merah (Oreochromis niloticus) sebesar rata-rata 3,7% berat badan//ekor dengan kisaran bobot badan per ekor pada akhir pemeliharaan ( Anonim, 2011)
     Dalam pembibitan Ikan Nila (Oreochromis niloticus), faktor indukan sangat penting sekali menjadi perhatian, karena induk dengan kualitas yang bagus akan menghasilkan bibit dengan kualitas yang sama.
Berikut ciri-ciri bibit Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang unggul :
a.       Mampu memproduksi benih dalam jumlah yang besar dengan kualitas yang tinggi.
b.       Pertumbuhannya sangat cepat.
c.       Sangat responsive terhadap makanan buatan yang diberikan.
d.       Resisten terhadap serangan hama, parasit dan penyakit.
e.       Dapat hidup dan tumbuh baik pada lingkungan perairan yang relatif buruk.
f.        Ukuran induk yang baik untuk dipijahkan yaitu 120-180 gram lebih perekor dan berumur sekitar 4-5 bulan (Anonim, 2011).  

4.3.  Teknik Pemeliharaan
     Teknik pemeliharaan Nila Merah (Oreochromis niloticus) ditambak pembesaran memiliki beberapa  hal yang harus perhatikan diantaranya sebagai berikut:

4.3.1.  Pemberian Pakan
     Pakan merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam kegiatan budidaya, karena dengan adanya ketersediaan pakan yang cukup dan memiliki nilai gizi yang baik maka akan membantu untuk pertumbuhan ikan, pertahanan hidup, dan juga reproduksi. Pakan yang diberikan untuk pembesaran Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) diInstalasi Tambak Percobaan Maranak Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau adalah diberikan pakan buatan berupa pelet dan  ampas tahu.  Pemberian pakan untuk Nila Merah (Oreochromis niloticus ) ditambak pembesaran dilakukan pencampuran antara pelet dengan ampas tahu.  Informasi nilai gizi pakan pelet dan fermentasi ampas tahu dapat dilihat pada tabel di bawah ini.







Tabel 3.  Kandungan Gizi Pakan Pelet/Komersial

NO
JENIS PAKAN
KOMPOSISI GIZI
KANDUNGAN GIZI (%)
1
Pelet
Protein
15-17
Lemak
4,0
Serat kasar minimal
8,0
Abu kasar maksimal
15,0
Kadar air maksimal
12,0

Tabel 4.  Kandungan Gizi Ampas Tahu
NO
JENIS PAKAN
KOMPOSISI GIZI
KANDUNGAN GIZI
AWAL (%)
SETELAH (%)
1
Ampas tahu
Protein
14,72-15,89
19,03-21,51
Lemak
8,42-10,64
7,76-14,74
Serat kasar
24,77-26,0
23,93-28,56
Abu
3,78-3,87
3,45-3,66
Air
6,4-6,78
3,01-3,95
BETN
44,29-47,14
3,76-44,96

     Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pakan buatan berupa pelet memiliki beberapa kandungan gizi diantaranya adalah protein kasar 38%, lemak kasar 2%, serat kasar 3%, abu kasar 13%, dan kadar airnya 12%.  Manfaat dari pemakaian pakan pelet ini adalah untuk meningkatkan daya tahan tubuh ikan, mengurangi angka kematian akibat stress, mempercepat pertumbuhan masa awal ikan.  Sedangkan untuk  ampas tahu juga memiliki beberapa kandungan gizi diantaranya adalah protein 19,03-21,51%, lemak 7,76-14,47%, serat kasar 23,93-28,56%, abu 3,45-3,66%, air 3,01-3,95%, dan BETN 3,76-44,96%.  Penggunaan ampas tahu pada pembesaran Nila Merah (Oreochromis niloticus) memiliki manfaat untuk mempercepat laju pertumbuhan tubuh dan juga berfungsi sebagai pupuk untuk menumbuhkan pakan alami. 



     Dosis pakan pelet dan ampas tahu yang diberikan pada pembesaran Nila Merah (Oreochromis niloticus) dengan presentase 5-8% dari bobot tubuh.  Pakan ditambak pembesaran diberikan sebanyak 2 kali sehari yaitu pada jam 08.00 pagi dan jam 17.00 sore.

                                                              (a)                                                            

(b)
Gambar 11.  Pakan Pelet dan Ampas Tahu (a) Serta  Pemberian Pakan (b)

     Pakan yang diberikan adalah pakan buatan (pelet) berukuran garis tengah 2-4 mm, dengan kandungan protein 20-27%, dengan takaran 2-3% dari berat tubuh (biomassa) ikan, diberikan 2 kali sehari (pagi dan sore), (BPPKP, 2010).
     Pemberian pakan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas tinggi sangat membantu pertumbuhan Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus), jenis pakan yang diberikan untuk ikan berupa pakan alami bahan-bahan yang mudah didapat, tetapi kandungan proteinnya tinggi, komposisinya terdiri tepung ikan 50%, tepung kedelai 25%, bungkil kedelai 20%, minyak ikan 3% dan vitamin ditambah dengan mineral secukupnya.  Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore (Rukmana,1997).

4.3.2.  Kualitas Air  
     Kualitas air merupakan parameter yang perlu di pantau secara rutin guna untuk mengetahui kelayakan suatu perairan untuk mendukung kehidupan organisme akuatik yang dibudidayakan.  Selain itu, kuallitas air yang baik juga harus terbebas dari pencemar seperti bahan organik, anorganik, dan limbah industri yang mendukung berlangsungnya kehidupan ikan yang dibudidayakan.  Data kualitas air pada pembesaran Nila Merah (Oreochromis niloticus) di Balai Intalasi Tambak Percobaan Maranak Sulawesi Selatan dapat di lihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 5.  Data Kualitas Air Minggu Pertama
HARI, TANGGAL
TAMBAK
PARAMETER KUALITAS AIR
Salinitas (ppt)
pH
Alkalinitas (mg/l)
Do (g/ml)
Suhmu (0C)
KAMIS, 29-03-2012
1
8
7,9
83,6
3,28
30,6
2
5
7,8
48,07
5,07
29,8
3
5
9,7
31,35
5,36
29,7
4
5
7,7
108,68
3,30
29,4
5
5
7,0
71,06
0,70
29,8
6
6
7,4
83,6
0,60
29,6
7
5
7,0
54,34
2,53
30,1
8
4
7,6
66,88
2,52
30,0







Tabel 6.  Data Kualitas Air Minggu Kedua
HARI, TANGGAL
TAMBAK
PARAMETER KUALITAS AIR
Salinitas (ppt)
pH
Alkalinitas (mg/l)
Do (g/ml)
Suhu (0C)
KAMIS, 05-04-2012
1
 7
8,0 
29,26 
2,63 
28,7 
2
 6
 7,5
 35,53
 2,63
 29,3
3
 5
 7,6
 27,17
 4,31
 28,6
4
 5
 7,9
 41,8
 4,51
 29,2
5
 7
 7,5
 52,25
 2,30
 29,0
6
 7
 7,6
 41,8
 3,39
 2,88
7
 7
 8,0
 31,5
 2,48
 29,8
8
 6
 8,0
 29,26
 5,36
 30,0


Tabel 7.  Data kualitas Air Minggu Ketiga
HARI, TANGGAL
TAMBAK
PARAMETER KUALITAS AIR
Salinitas (ppt)
pH
Alkalinitas (mg/l)
Do (g/ml)
Suhu (0C)
KAMIS, 12-04-2012
1
18
8,3
41,8
3,27
29,9
2
18
8,5
64,79
5,25
30,3
3
10
8,0
54,34
6,38
30,5
4
15
8,5
77,33
3,68
29,4
5
16
8,0
73,15
3,89
31,5
6
17
8,0
68,97
4,36
29,3
7
16
8,5
41,8
4,84
29,8
8
10
8,5
45,98
5,80
30,3

     Satu diantara beberapa faktor yang berpengaruh dalam kegiatan budidaya untuk pembesaran ikan dan organisme akuatik lainnya adalah kualitas air.  Pada budidaya perairan, air merupakan media hidup utama organisme akuatik.  Sifat air sangat fluktuatif dan tergantung pada sumber air untuk kegiatan budidaya, baik kandungan unsur haranya (nutrient) maupun bahan limbahnya (cemaran).  Bila air budidaya tidak dikelola dengan baik, maka lingkungan organsime akuatik akan terganggu, misalnya timbulnya beberapa jenis penyakit. Air yang berkualitas baik adalah air yang memenuhi syarat untuk kehidupan yang layak bagi organisme akuatik.  Melihat peran air yang sangat menentukan dalam keberhasilan budidaya, maka perlu di lakukan pemantuan kualitas air secara kontinyu (Sutrisyani dan Rohani, 2009).               
     Parameter kualitas air yang terdapat pada tambak pembesaran Nila Merah (Oreochromis niloticus) diantaranya sebagai berikut:
a.  Salinitas
    Salinitas adalah bobot zat padat (g / 1000 g air laut ), setelah semua karbonat di ubah menjadi oksida, bromida, dan ion organik menjadi klorida, serta semua senyawa kation dioksida.  Pengukuran salinitas di tambak pembesaran menggunakan alat yang di namakan Refraktometer.  Berikut ini prosedur kerja salinitas adalah sebagai berikut:
1.       Kalibrasi refraktometer dengan meneteskan 1 atau 2 tetes akuades pada prisma,
2.       Tutup dan baca skala salinitas, apabila batas garis bidang gelap dan terang menunjukan pada angka nol, maka refraktometer siap di gunakan,
3.       Namun, jika tidak menunjukan angka nol maka harus diatur skala dengan memutar skrup, gunakan obeng kecil sampai menunjukan angka nol,
4.       Kemudian prisma dibersihkan dengan menggunakan tissu halus sampai kering,
5.       Setelah itu, ambil sampel air dan teteskan ke sekrup sebanyak 2 tetes,
6.       Kemudian lihat dan baca skala salinitasnya,
7.       Kemudian dibilas dengan air tawar dan keringkan dengan tissu.


 (a)                                                 (b)
Gambar 12.  Refraktometer (a) dan Pengukuran Salinitas (b)

    Data kualitas air diminggu pertama yang dilakukan pengujian pada tambak pembesaran Nila Merah (Oreochromis niloticus) memiliki kisaran salinitas antara 4-8 ppt.  Kemudian data kualitas air diminggu kedua memiliki kisaran salinitas antara 5-7 ppt.  Selanjutnya diminggu ketiga dari hasil pengujian yang dilakukan memiliki salinitas dengan kisaran antara 10-18 ppt.   
     Tingkat toleransi Ikan Nila Merah (Oreochromis nilotics) kondisi salinitas yang terdapat pada perairan ditambak pembesaran masih cukup baik.  Hal ini terbukti, dengan di lakukan observasi secara langsung pada tambak pembesaran dan Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) dapat bertahan hidup dengan baik.  Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) dapat hidup dengan baik pada salinitas yang  tinggi maupun rendah dengan kisaran 0-35 permil/ppt.  Hal ini sesuai dengan pendapat Rukmana, 1997 yang menyatakan bahwa Ikan Nila Merah (Oreohromis niloticus) terkenal sebagai ikan yang tahan terhadap perubahan terhadap lingkungan hidup.  Nila Merah (Oreohromis niloticus) dapat hidup dilingkungan air tawar, air payau, dan air asin.  Kadar garam air yang disukai antara 0-35 permil.
     Salinitas sangat berpengaruh terhadap tekanan osmotik air, semakin tinggi salinitas semakin besar pula tekanan osmotiknya.  Semua ikan nila lebih toleran terhadap lingkungan payau.  Ikan nila tumbuh dengan sangat baik pada salinitas 15 ppt, sedangakan nila merah dapat tumbuh pada salinitas mendekati air laut.  Namun demikian untuk ikan nila merah, perkembangan alat reproduksinya mengalami penurunan pada salinitas di atas 10-15 ppt, namun performanya lebih baik pada kadar di bawah 5 ppt.  jumlah benih yang di hasilkan mengalami penurunan pada salinitas 10 ppt (Boyd, 1987).   Ikan Nila (Oreochromis niloticus) tergolong ikan yang dapat bertahan pada kisaran salinitas yang luas dari 0-35 ppt.  Ikan nila merupakan ikan yang biasa hidup diair tawar, sehingga untuk membudidayakan diperairan payau atau tambak perlu dilakukan aklimatisasi terlebih dahulu secara bertahap sekitar 1-2 minggu dengan perubahan salinitas tiap harinya sekitar 2-3 ppt agar Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dapat beradaptasi dan tidak stress (Andrianto, 2005).  




b.  pH    
    pH menunjukan kadar konsentrasi H+ atau OH- dalam suatu larutan.  Konsentrasi tersebut diukur menggunakan elektroda melalui aktivitas ion hidrogen H+ yang merupakan faktor utama dalam menentukan kemasaman dan kebasaan suatu larutan.  Pengukuran pH menggunakan kertas pH berwarna dalam menentukan nilai asam ataupun basa. Berikut ini prosedur kerja pH adalah sebagai berikut:
1.       Tuangkan sampel air ke dalam gelas ukur sebanyak 5 ml,
2.       Kemudian dicampurkan larutan pH solution 5 tetes menggunakan pipet tetes,
3.       Aduk-aduk sampai airnya berubah warna,
4.       Kemudian letakan pada kertas pH dan lihat nilainya.

(a)                                                     (b)
Gambar 13.  Kertas pH (a) dan Pengukuran pH (b)

     Data kualitas air diminggu pertama dari pengujian yang dilakukan pada tambak pembesaran Nila Merah (Oreochromis niloticus) memiliki kisaran pH antara 7,0-9,7.  Kemudian diminggu kedua kisaran pH yang di peroleh ditambak pembesaran antara 7,5-8,0.  Selanjutnya pada minggu ketiga data kualitas air ditambak pembesaran memiliki kisaran pH antara 8,3-8,5.


   pH pada tambak pembesaran Nila Merah (Oreochromis niloticus) masih dapat ditolerir dengan baik.  Ikan Nila Merah biasanya dapat hidup pada kisaran pH sekitar 6-8,5. Sedangkan pH yang optimal agar Nila Merah (Oreochromis niloticus) dapat hidup dengan baik dengan kisaran 7-8.  Hal ini sesuai dengan pendapat Rukmana, 1997 yang menyatakan bahwa Ikan Nila Merah (Oreohromis niloticus) yang masih kecil lebih tahan terhadap perubahan lingkungan dibandingkan dengan ikan yang sudah besar.  Nilai pH air berkisar 6-8,5.  Namun, pertumbuhan optimal terjadi pada pH 7-8.  
     Nilai pH pada banyak perairan alami berkisar antara 4 sampai 9.  Daerah hutan mangrove dapat mencapai nilai pH yang sangat rendah karena kandungan asam sulfat pada tanah dasar tersebut tinggi.  Nilai pH didefinisikan sebagai logaritma negatif konsentrasi ion H+, maka yag harus diperhitungkan dalam penentuan rata-rata nilai pH rendah bersamaan dengan rendahnya kandungan mineral yang ada dan sebaliknya.  Di mana mineral tersebut digunakan sebagai nutrient didalam siklus produksi perairan dan pada umumnya perairan yang alkali adalah lebih produktif dari pada perairan yang asam.  Untuk mengetahui pH air, biasa di ukur dengan beragam alat misalnya kertas lakmus, atau sekarang banyak diproduksi alat baru yang di sebut pH meter yang biasa berguna untuk mengukur pH air dan tanah (Gufran dan Andi, 2005).
     Nilai derajat keasaman (pH) perairan yang cocok untuk Ikan Nila (Oreochromis niloticus) adalah 7,2-7,7 dan tidak tercemar oleh bahan beracun seperti sulfida (H2S) dan ammonia (NH3) ataupun logam berat dan limbah atau tumpahan minyak.   Konsentrasi H2S dan NH3 yang masih dapat ditoleransi oleh Ikan Nila (Oreochromis niloticus) adalah 1 ppm (Cholik, 1986).
    
c.  Alkalinitas
    Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa menurunkan nilai pH larutan.   Alkalinitas yang terukur secara volumetrik dititrasi dengan larutan standar asam kuat.  Untuk menentukan alkalinitas karbonat (pH 8,2) perubahan warna pada titk akhir titrasi menggunakan indikator PP, sedangkan untuk alkalinitas total (pH 4,5) menggunakan indikator bromokresol green dan methyl red. Pengukuran untuk alkalinitas menggunakan alat yang di namakan buffer untuk menentukan volume titrannya. 

     Berikut ini prosedur kerja alkalinitas adalah sebagai berikut:
1.       Tuangkan sampel air ke dalam gelas ukur kapasitas 25 ml.
2.       Kemudian tuangkan  pada gelas erlenmeyer.
3.       tambahkan pp indikator 3 tetes dan apabila berwarna merah jambu titrasi dengan H2SO4 dan aduk sampai tidak berwarna.
4.       Kemudian di tambahkan BCG dan MR sebanyak 3 tetes,
5.       Gelas di aduk-aduk sampai berwarna biru,
6.       Setelah itu, titrasi dengan H2SO4 0,0209 N dan aduk sampai berwarna orange,
7.       Kemudian lihat volume titrannya.

(a)                                                     (b)
Gambar 14.  Buffer (a) dan Pengukuran Alkalinitas (b)

     Data kualitas air untuk alkalinitas diminggu pertama pada tambak pembesaran   memiliki kisaran antara 31,35-108,68 mg/l.  Kemudian diminggu kedua memiliki kisaran alkalinitas antara 27,17-52,25 mg/l.  Selanjutnya data kualitas air diminggu ketiga memiliki alkalinitas pada tambak pembesaran dengan kisaran antara 41,8-77,33 mg/l.
     Kandungan alkalinitas pada tambak pemeliharaan Nila Merah (Oreochromis niloticus) tergolong sangat baik, sehingga mendukung kehidupan ikan yang dibudidayakan.  Menurut Yuliati dan Praseno, (1988) menyatakan bahwa nilai alkalinitas yang berkisar antara 7,08-13,78 mg/l tidak cukup baik untuk kehidupan Nila Merah (Oreochromis niloticus) di tambak, sehingga menurut mereka  bahwa alkalinitas yang dibutuhkan bagi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) berkisar antara 30-300 mg/l dan untuk menjaga kualitas air agar tetap baik, dilakukan pengurasan setidaknya 3-5 bulan sekali.
     Alkalinitas adalah konsentrasi total dari unsur basa-basa yang terkandung dalam air dan biasa dinyatakan dalam mg/l atau setara dengan kalsium karbonat dalam air.  Basa-basa yang terkandung biasanya dalam bentuk ion karbonat dan bikarbonat.  Ketersediaan ion basa karbonat dan bikarbonat merupakan parameter total alkalinitas dalam air tambak sangat penting, artinya mengingat total alkalinitas tidak hanya berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan plankton, tetapi juga mempengaruhi parameter kualitas air lain, yakni pH air yang akhirnya akan mempengaruhi unsur-unsur alkalinitas juga dapat bertindak sebagai buffer (penyangga) pH.  Dalam kondisi basa ion bikarbonat akan melepaskan ion karbonat yang bersifat asam, sehingga menajdi netral.  Bila keadaan terlalu asam, sebaliknya ion karbonat dalam air akan mengalami hidrolisa menjadi ion bikarbonat akan melepaskan hidrogen oksida yang bersifat basa, sehingga keadaan menjadi netral (Gufran dan Andi, 2005).
    Tingkat alkalinitas merupakan suatu indeks dimana perairan tersebut netral, diatas netral (basa), dan dibawa netral (asam).  Alkalinitas Ikan Nila (Oreochromis niloticus) berkisar antara 50-300 mg/l,  keadaan tersebut menggambarkan tingkat alkali yang cocok untuk kehidupan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang dibudidayakan (Effendi, 2003).

d.  Oksigen terlarut
    Oksigen terlarut adalah kandungan oksigen yang terdapat disuatu perairan atau tambak pemeliharaan yang mana dimanfaatkan oleh ikan untuk respirasi atau pernapasan, sehingga dapat menunjang kehidupan ikan yang ada pada perairan tersebut.  Pengukuran oksigen terlarut menggunakan alat yang di namakan Do meter.  Prosedur kerja Do meter adalah sebagai berikut:
1.       Hidupkan Do meter.
2.       Kemudian celupkan ujung Do meter ke dalam air selama 2 menit.
3.       Setelah itu, angkat dan lihat nilainya.         
    Data kualitas air untuk oksigen terlarut diminggu pertama pada tambak pembesaran  memiliki kisaran antara 0,60-5,36 g/ml.  Kemudian diminggu kedua data oksigen terlarut memiliki kisaran antara 2,30-5,36 g/ml.  Selanjutnya diminggu ketiga data oksigen terlarut dari pengujian yang di lakukan, diperoleh kisaran antara 3,27-6,36 gml.
     Kandungan oksigen terlarut yang terdapat pada tambak pembesaran Nila Merah (Oreochromis niloticus) tergolong cukup baik.  Hal ini, di sebabkan karena padat tebar ikan yang ada pada tambak pembesaran memiliki jumlah 2500 ekor dengan ukuran tambak 2500 m2/petak sehingga persaingan untuk memperoleh oksigen terlarut tidak begitu besar.  Oksigen terlarut pada tambak pemeliharaan Nila Merah (Oreochromis niloticus) berkisar  5,0 – 8,0 g/ml.  Memiliki sumber air laut dan air tawar yang baik dan tidak tercemar.  Memenuhi persyaratan kualitas air yang baik antara lain oksigen terlarut 5,0-8,0 g/ml (BPPKP, 2010).
     Menurut Zonneveld, et al (1991), kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai kepentingan pada dua aspek yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang tergantung pada metabolisme ikan.  Perbedaan kebutuhan oksigen dalam suatu lingkungan bagi ikan dalam spesies tertentu disebabkan oleh adanya perbedaan strtuktur molekul sel darah ikan, yang mempengaruhi hubungan antara tekanan parsial oksigen dalam air dan derajat kejenuhan oksigen dalam sel darah.
    
e.  Suhu
     Suhu adalah naik turunnya tingkatan suatu perairan yang di akibatkan oleh perubahan lingkungan yang terjadi sewaktu-waktu akibat adanya curah hujan maupun                   sinar matahari.  Alat yang di pakai dalam pengukuran suhu pada tambak pembesaran Nila Merah (Oreochromis niloticus) sama dengan alat yang dipakai untuk mengukur oksigen terlarut dan memiliki prosedur kerja yang sama.
     Data kualitas air diminggu pertama pada tambak pembesaran Nila Merah (Oreochromis niloticus) memiliki salinitas dengan kisaran antara 29,4-30,6 0C.  Kemudian diminggu kedua data kualitas yang di peroleh dengan kisaran suhu antara 28,6-30,0 0C.  Selanjutnya diminggu ketiga memiliki kisaran suhu antara 29,3-31,5 0C.    
    Kisaran suhu pada tambak pembesaran Nila Merah (Oreochromis niloticus) tergolong sangat baik.  Meskipun keadaan perairannya masih terjadi perubahan secara terus-menerus akibat keadaan alam seperti curah hujan dan sinar matahari tetapi masih dapat ditolerir oleh ikan.  Suhu yang optimal bagi Nila Merah (Oreochromis niloticus) untuk dapat bertahan hidup dengan baik adalah berkisar antara 25-30 0C.  Hal ini sesuai dengan pendapat Trewavas, 1980 yang menyatakan bahwa suhu optimal untuk Ikan Nila  (Oreochromis niloticus)  antara 25-30 0C.  Oleh karena itu, Nila Merah (Oreochromis niloticus)  cocok di pelihara di dataran rendah sampai agak tinggi  sekitar 500 m.
     Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu penyebaran organisme baik di lautan maupun diperairan air tawar di batas oleh suhu perairan tersebut.  Suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan biota air.  Secara umum laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu, dapat menekan kehidupan hewan budidaya bahkan menyebabkan kematian bila peningkatan suhu sampai ekstrim (Gufran dan Andi, 2005).  Suhu air akan mempengaruhi juga kekentalan (viskositas) air.  Perubahan suhu air yang drastis dapat mematikan biota air karena terjadi perubahan daya angkut darah.  Suhu sangat berkaitan erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam air dan konsumsi oksigen hewan air.  Suhu berbanding terbalik dengan konsentrasi jenuh oksigen terlarut, tetapi berbanding lurus dengan laju konsumsi hewan air dan laju reaksi kimia dalam air (Gufran dan Andi, 2005).  Pertumbuhan dan kehidupan biota air sangat di pengaruhi suhu air.  Kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikan di perairan tropis adalah antara 28 0C sampai 32 0C.  suhu air dapat mempengaruhi kehidupan biota air secara tidak langsung, yaitu melalui pengaruhnya terhadap kelarutan oksigen dalam air.  Semakin tinggi suhu air, semakin rendah larut oksigen dalam dan sebaliknya (Cholik, 1986).
                   
(a)                                                   (b)
Gambar 15.  Do meter (a) dan Pengukuran Oksigen Terlarut dan Suhu (b)
     Menurut Imanto dan Anggawati (1992), menyatakan bahwa kualitas air yang baik merupakan hal yang sangat penting bagi organisme budidaya yang di lakukan, air dari usaha budidaya harus bebas dari polusi, bak dari limbah industri maupun limbah rumah tangga.  Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus ) masih dapat hidup dalam keadaan air asin pada salinitas 0-35% dengan pH air 5-11 masih dapat ditoleransi oleh ikan nila merah (Oreochromis niloticus ), dan untuk pH yang optimal adalah 7-8 (Rukamana, 1997).  Khairuman dan Amri (2002), menjelaskan bahwa Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus ) dapat tumbuh secara normal pada kisaran suhu 14-30 0C dan dapat memijah pada suhu 22-37 0C.  Ikan Nila Merah dapat mengalami kematian pada suhu 6 0C dan 40 0C.
     Ikan Nila Merah (Oreohromis niloticus) juga terkenal sebagai ikan yang tahan terhadap perubahan lingkungan hidup.  Nila Merah (Oreohromis niloticus) dapat hidup dilingkungan air tawar, air payau, dan air asin.  Kadar garam air yang disukai antara 0-35 permil.  Ikan Nila (Oreochromis niloticus) air tawar dapat dipindahkan ke air asin dengan proses adaptasi yang bertahap.  Kadar garam di naikkan sedikit demi sedikit.  Pemindahan Nila Merah (Oreohromis niloticus) secara mendadak ke dalam air yang berkadar garamnya sangat berbeda dapat mengakibatkan stress dan kematian bagi ikan.  Ikan Nila (Oreohromis niloticus) yang masih kecil lebih tahan terhadap perubahan lingkungan dibandingkan dengan ikan yang sudah besar.  Nilai pH air berkisar 6-8,5.  Namun, pertumbuhan optimal terjadi pada pH 7-8.
     Ikan Nila (Oreohromis niloticus) dapat hidup pada perairan yang dalam dan luas maupun tambak yang sempit dan dangkal.  Ikan Nila (Oreohromis niloticus) juga dapat hidup disungai yang tidak terlalu deras alirannya, di waduk, danau, rawa, tambak air payau, atau di dalam jaring apung dilaut.  Suhu optimal untuk Ikan Nila  (Oreohromis niloticus)  antara 25-300C.  Oleh karena itu, Nila Merah (Oreohromis niloticus)  cocok dipelihara di dataran rendah sampai agak tinggi (500 m), ( Trewavas, 1980 ). 
     Kualitas air yang kurang baik mengakibatkan pertumbuhan ikan menjadi lambat.  Beberapa hal yang dapat menurunkan kualitas lingkungan adalah bahan pencemaran limbah organik, bahan buangan zat kimia dari pabrik, serta peptisida dari penyemprotan dari sawah.  Kekeruhan air disebabkan oleh pelumpuran akan memperlambat pertumbuhan ikan, lain halnya bila kekeruhan air disebabkan oleh adanya plankton.  Air yang kayak an plankton dapat berwarna hijau kekuningan dan hijau kecoklatan karena mengandung diatomae.  Plankton ini baik untuk makanan Ikan Nila (Oreochromis niloticus), sedangkan untuk plankton/alga biru kurang baik untuk pertumbuhan ikan.  Tingkat kecerahan air karena plankton harus di kendalikan.  Derajat kecerahan air di ukur dengan alat yang di sebut piring secchi.  Untuk di tambak dan di tambak, angka kecerahan yang baik antara 20-25 cm.  Cara menggunakan piring secchi disc adalah dengan menenggelamkannya ditambak pada kedalaman air 20-35 cm.  Bila angka secchi  kurang dari 20 cm berarti planton terlalu padat.  Hal tersbut sangat berbahaya bagi ikan karena plankton yang pekat itu dapat mati serentak dan membusuk dalam air sehingga air menjadi bau dan kekurangan oksigen, akibatnya ikan akan mati (Trewavas, 1980).

4.3.3.  Metode Sampling
     Jenis pakan yang berkualitas dan memiliki nilai gizi yang baik serta pemeliharaan yang baik pula dapat mempercepat pertumbuhan ikan yang di budidayakan. Untuk mengetahui laju pertumbuhan Nila Merah (Oreochromisn niloticus) biasanya dilakukan penangkapan 2 minggu sekali ditambak pembesaran dengan menggunakan seser dengan jumlah sebanyak 20 ekor dengan kepadatan ikan keseluruhan sebanyak 20.000 ekor dengan ukuran tambak yang memiliki panjang 200 m dan lebar 100 m atau 2 ha.  Data sampling Ikan Nila merah (Oreochromis niloticus) ditambak pembesaran dapat dilihat pada lampiran 2 .
     Sesuai data sampling diminggu pertama pada awal penebaran pada tambak pembesaran, memiliki panjang dengan ukuran antara 3,3-11,4 cm dan memiliki rata-rata 8,14 cm, kemudian untuk berat tubuh ikan antara 3,70-32,40 gram dengan                                  rata-rata 13,28 gram.  Selanjutnya diminggu ketiga dari data sampling pada tambak pembesaran, didapatkan hasil pengukuran dengan panjang antara 7-18,2 cm dan berat antara 3,8- 32,2 gram.
    Hal ini menunjukan bahwa pertambahan panjang ukuran dan penambahan berat  tubuh dari sampling diminggu pertama dan ketiga untuk Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) yang dibudidayakan di tambak pembesaran tergantung pada teknik pemeliharaan yang dilakukan dimana erat kaitannya dengan jenis pakan yang memiliki nilai gizi berkualitas serta pemberian pakan yang sesuai.  Apabila hal tersebut tidak di perhatikan dengan baik, maka akan menghambat pertumbuhan dan mengakibatkan penurunan mutu ikan pada prospek dipasaran.

                 
(a)                                (b)
Gambar 16.  Pengukuran Ikan (a) dan Penimbangan Ikan (b)

    Ketersediaan pakan sangat erat kaitannya dengan proses budidaya perikanan.  Pakan adalah bahan yang berasal dari jasad hewani dan nabati yang dapat dijadikan sebagai bahan makanan oleh suatu organisme, yang nantinya dapat dimanfaatkan untuk menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisme yang memakannya.  Bahan yang dapat dijadikan sebagai bahan pakan buatan dapat berasal dari pakan alami dan pakan buatan (Afrianto, 2005).              
    Untuk mengetahui pertambahan berat badan ikan yang ada ditambak, dilakukan penangkapan seminggu sekali kurang dari 30% dari jumlah ikan keseluruhan, dalam kurang lebih 5 sampai 6 bulan dari benih berukuran 20 gr/ekor akan didapat ikan yang siap dikonsumsi (Anonim, 2011).   
     Sampling pertumbuhan dilakukan dengan mengukur panjang total dan bobot tubuh benih ikan.  Pengukuran dilakukan dengan menggunakan timbangan digital dan penggaris.  Sampling di lakukan secara acak dengan mengambil sebanyak 30 ekor ikan dan  hasilnya dicatat di buku jurnal harian guna untuk mengetahui pertumbuhan dari ikan tersebut (Yuliati dan Praseno, 1988).

4.3.4.  Pengendalian Hama
     Teknik pemeliharaan pada pembesaran Nila Merah (Oreochromis niloticus) harus dilakukan secara intensif agar tidak mengalami kegagalan dalam kegiatan budidaya.  Hal yang diperhatikan dalam membudidayakan Nila Merah (Oreochromis niloticus) yaitu lingkungan budidaya yang meliputi faktor fisika, kimia, dan biologi yang mendukung serta melakukan pengendalian terhadap ancaman hama dan penyakit bagi ikan yang dibudidayakan.  Faktor fisika meliputi kecerahan, kekeruhan, dan salinitas yang terdapat dalam air,  kemudian faktor kimia mencakup pH, Alkalinitas, suhu, dan oksigen terlarut, serta biologi mengenai keadaan air disekitar tambak budidaya yang harus tetap stabil, karena apabila hal tersebut tidak diperhatikan akan berdampak buruk dan lambat laun dapat mengakibatkan kematian bagi ikan.  Sementara itu, hal yang terpenting adalah mengenai hama yang menyerang ikan. 
     Hama yang merugikan bagi pembudidaya Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) adalah hama kompetitor maupun hama predator.  Hama kompetitor adalah hama penyaing dari segi memperoleh pakan seperti ikan mujair dan kepiting yang selalu merusak pematang dan juga membuat lubang, dan untuk hama predator adalah sebagai perusak atau pemangsa seperti belut, biawak, dan burung pemangsa yang mana sering memakan ikan yang di budidayakan dalam tambak.  Untuk mengatasi hama tersebut dengan melakukan pengontrolan disekitar tambak untuk melihat apakah terdapat kebocoran pada pematang atau tidak.  Namun, apabila terdapat kebocoran maka segera dilakukan penempelan lumpur pada pematang tersebut. 
    Sementara itu, untuk penyakit yang menyerang Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) seperti bakteri, virus, dan protozoa tidak didapati sama sekali dalam kegiatan pembudidayaan pada tambak pembesaran di Instalasi Tambak Percobaan Maranak.  Hal ini dapat terjadi karena  parameter kualitas air di tambak tetap stabil dari pengujian yang dilakukan, pemberian pakan yang sesuai sehingga tidak menimbulkan racun dan dasar tambak selalu bersih.  Selain itu, gerakan Ikan Nila Merah (Orechromis niloticus) yang aktif didalam tambak menyebabkan bakteri dan protozoa tidak dapat menempel pada tubuh.
     Hama adalah mikroorgansime yang ada disekitar hewan peliharaan dan menganggu kelangsungan hidupnya (Partosuwiryo dan Warseno, 2011).  Beberapa hama ikan dan cara pengendaliannya adalah sebagai berikut:
1.       Ular
Ular menyerang benih dan ikan kecil.  Pengendaliannya adalah menangkap ular dan memagari tambak.
2.       Burung
Burung sering memakan ikan yang berwarna menyala atau mencolok, seperti warna merah dan kuning.  Pengendaliannya adalah tambak diberi penghalang bambu, rumbai-rumbai, atau tali penghalang.
     Hama yang sering menjadi pengganggu dalam usaha pemeliharaan Nila Merah (Oreochromis nuloticus) terdiri dua golongan yaitu golongan predator dan kompetitor.  Hama predator memangsa Nila Merah (Oreochromis niloticus) berukuran kecil hingga sedang, tetapi ular dapat memangsa benih ukuran gelondongan. Untuk mengendalikan hama ini dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan tambak, sedangkan yang termasuk hama kompetitor adalah Nototecta.  Hewan ini yang menyerupai beras hidup dan ikan yang sesekali muncul ke permukaan air untuk bernafas dan terbang dari tambak satu ke tambak lainnya (Partosuwiryo dan Warseno, 2011).
 






















BAB V
PENUTUP
5.1.  Kesimpulan
     Sesuai hasil dan pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa :
1.  Perbaikan dilakukan bertujuan untuk mencegah masuknya kotoran dan hama dari luar
     tambak.
2.  Pembersihan tambak dilakukan agar tidak mengganggu ikan yang dibudidayakan dan
     juga mencegah agar tidak dijadikan sebagai sarang hama.
3.  Pengangkatan lumpur dilakukan untuk menghilangkan senyawa beracun yang terdapat
     dalam tambak.
4.  Pengeringan tambak bertujuan untuk menghilangkan senyawa beracun.
5.  Pemberantasan hama dilakukan untuk membasmi hama kompetitor dan predator yang
     merugikan ikan yang hendak dibudidayakan.
6.  Pemberian pupuk pada tambak bertujuan untuk menumbuhkan pakan alami sehingga
     dapat dimanfaatkan oleh Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus).
7.  Pemasukan air dapat mencapai ketinggian 80 cm selama 1 hari pada ukuran tambak
     2500 m2/petak.
8.  Penebaran Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) dilakukan pada jam 08.00 pagi
     dengan padat tebar 2500 ekor pada ukuran tambak seluas 2500 m2.
9.  Pemberian pakan untuk Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) dilakukan pada pukul
     08.00 pagi dan 17.00 sore dengan presentase pakan 5-8% dari biomassa tubuh.
10.  Kualitas air yang baik untuk Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) yaitu dengan
       salinitas 0-35 ppt, pH 7-6, Alkalinitas 30-300 mg/l, oksigen terlarut 5,0-8,0 g/ml, dan
       suhu 25-30 oC atau 28-32 oC.
11.  Metode sampling dilakukan untuk mengetahui sintasan pertumbuhan Ikan Nila Merah  
       (Oreochromis niloticus).
12.  Pengendalian hama dilakukan agar tidak merugikan bagi Ikan Nila Merah
       (Oreochromis niloticus) yang dibudidayakan ditambak.

5.2.  Saran
     Saran Penulis kepada para peserta praktek kerja lapang berikutnya, bahwa apabila hendak melakuan kegiatan praktek kerja lapang sebaiknya memilih lokasi budidaya yang lebih lengkap fasilitasnya baik dari segi sarana, prasarana, dan juga komoditas yang di budidayakan memiliki kualitas yang baik. Sehingga para peserta praktek kerja lapang dapat memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja yang lebih baik lagi di bandingkan dengan para peserta sebelumnya.
























DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008.  Pemasukan Air Di Tambak Nila.  Seputar Budidaya Ikan.  di sitir dari
               unsniarie.  Blogspot.  Com,  di akses pada tanggal 01 Juni 2008.
           , 2009.  Pengangkatan Kotoran Tambak Pembesaran Nila Merah.  Teknik
               Budidaya Ikan Nila Fishblogs.  di sitir dari hobiikan.  Blogspot.  Com,  di akses
               pada pada tanggal 01 Maret 2009.
           , 2009.  Pemeliharaan Nila Merah Di Air Payau.  Info Agribisnis: Panduan Budidaya
               Ikan Nila Merah.  di sitir dari www.  Infoagribisnis.  Com, di akses tanggal 14 juli
               2009.
           , 2009.  Pemeliharaan Nila Merah Di Air Payau.  Peluang Usaha Budidaya Ikan
               Nila Merah / Empang Raddina.  di sitir dari www.  Empangraddina.  Com/peluang
              usaha budidaya ikan nila merah, di akses tanggal 20 november 2009.
           , 2010.  Pembersihan Pematang Di Tambak Nila. Teknik Budidaya Blog posts-
               Blog Top Sites. di sitir dari www.  Blogpot.  Com > Directory, di akses pada
               tanggal 24 Januari 2010.
            , 2011.  Ciri Benih Ikan Nila Yang Baik.  Budidaya Pembibitan Ikan Nila.  di sitir dari 
               agromaret.  Com/artikel/342/budidaya-pembibitan-ikan-nila.
           , 2011.  Pengeringan Tambak Pembesaran Nila Merah.  Budidaya Nila Merah. 
               di sitir dari Boardreader.  Com/thread/ Budidaya-Ikan, di akses pada tanggal 11
               Februari 2011.
           , 2011.  Perbaikan Pematang Tambak Pembesaran Nila Merah.  Pembesaran
               Nila Merah.  di sitir dari eptani.  deptan.  go.  id , di akses pada tanggal 11 Mei
               2011.
             , 2012.  Perbaikan Pematang Tambak.  Paper Sop Budidaya Udang Di
               Tambak.  di sitir dari deby09.  Student.  ipb.  ac.  id.  di akses tanggal 4 Januari
               2012.
Afrianto,E. 2005.  Pakan Ikan dan Perkembangannya. Kanisius.  Yogyakarta.
               Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, 2010.  Budidaya
               Ikan Nila Merah Di Tambak.   Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau.  Maros 
               Sulawesi Selatan.
Andrianto, T.T, 2005.  Pedoman Praktis Budidaya Ikan Nila.  Absolut.  Yogyakarta.
Boyd, C. E, 1987.  Water Quality Manajement In Pond Fish Culture.  Internasional Center
                For Aquaqulture Aubum University.       
Cholik, 1986.  Pengelolaan Kualitas Air Tambak Ikan.  UNFISH Dan IDRC, Jakarta.
Effendi, H.  2003.  Telaah Kualitas Bagi Penglolaan Sumber Daya Dan Lingkungan
              Perairan.  Kanisius.  Yogyakarta.
Gufran, M Dan Baso Andi, 2005.  Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. 
              Rineka Cipta.  Jakarta.
Imanto dan Anggawati, 1992. Kualitas Air Pada Ikan.  Kanisius.  Yogyakarta.
Khairuman dan Amri, 2002. Budidaya Ikan di Sawah. Agromedia Pustaka.   Jakarta.
Partosuwiryo,S dan Warseno,Y. 2011.  Kiat Sukses Budidaya Ikan Nila.  PT Citra Aji
               Parama.  Yogyakarta.
Pantjara, B., Rachmansyah, Markus, M, dan Tonnek, S.  2011.  Petunjuk Teknis  
               Buddaya Multitropik Terintegrasi.  Balai Penelitian Dan Pengembangan Budidaya
               Air Payau.  Maros, Sulawesi Selatan.
Rukmana R,1997.  Ikan Nila.  Budidaya dan Prospek Agribisnis.  Kanisius.   
               Yogyakarta.
Sutrisyani dan Rohani,S. 2009.  Analisis Kualitas Air Payau.  Pusat Riset Perikanan
               Budidaya.  Jakarta Selatan.
Trewavas, 1980.  Klasifikasi Ikan Nila.  Departement Of Comerce.  Amerika Serikat.
Yuliati dan Praseno, 1988.  Nilai Alkalinitas Perairan.  Gramedia.  Jakarta.
Zonneveld, N., E,A. Huisman Dan J. H. Boon, 1991.  Prinsip-Prinsip Budiaya Ikan.   
               Gramedia Pustaka Utama.  Jakarta.











 















1 komentar:

  1. Cari Situs Judi Online Yang Memiliki Banyak Bonus Menarik?
    Tunggu Apalagi ? Gabung Sekarang!

    Promo Bonus Member Baru WMBOLA Hingga 1JT

    Hubungi Customer Service Kami di :

    BBM : WMBOLA
    LINE : WMBOLA
    WHATSAPP : +85567720924

    Ikuti Juga Akun Official Kami di :

    Twitter: @wmbola
    Facebook : @WMBOLA.CLUB / https://www.facebook.com/wmbola.club/

    Situs Togel Teraman

    Situs Slot Terbesar

    Situs Slot Online

    Situs Taruhan Bola

    Situs Poker Terbesar

    Situs Bandar Poker

    Situs Taruhan Casino

    Situs Taruhan Poker

    Situs Taruhan Togel

    Situs Agen Casino

    BalasHapus